Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dapatkah Hukum Negara Memaksa Rohaniwan Melanggar Hukum Gereja?

10 Mei 2025   12:42 Diperbarui: 10 Mei 2025   12:53 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara filosofis dan teologis kekristenan, menjadi pertanyaan, apakah hukum buatan manusia (Hukum Positif) dapat mengalahkan hukum Ilahi (Hukum Kanon/Hukum Gereja)?

Ini adalah pertanyaan filosofis dan teologis yang sangat mendalam dan penting, yang telah diperdebatkan selama berabad-abad. Penerimaan hukum buatan manusia (Hukum Positif) yang lebih diutamakan daripada Hukum Ilahi, seperti Hukum Kanon dalam agama Kristen, bergantung pada kerangka filosofis, teologis, dan politik yang diterapkan. Berikut adalah uraian perspektif utama yang Penulis coba berikan.

Pandangan Teistik/Hukum Alam Klasik (misalnya, Thomas Aquinas)

Hukum Ilahi adalah yang tertinggi. Dari sudut pandang ini, Hukum Ilahi (baik yang diwahyukan melalui Kitab Suci atau dipahami melalui hukum alam) lebih tinggi daripada hukum manusia (Hukum Positif).

Hukum manusia hanya berlaku jika sesuai dengan Hukum Ilahi atau Hukum Alam: Aquinas dengan terkenal berkata, "Hukum yang tidak adil bukanlah hukum sama sekali" (lex iniusta non est lex).

Hukum Kanon, dalam kerangka ini, adalah bentuk hukum gerejawi yang berasal dari Hukum Ilahi. Jika hukum negara bertentangan dengannya, hukum negara akan dianggap tidak sah menurut hati nurani, meskipun dapat ditegakkan.

Dalam pandangan ini, Hukum Ilahi tidak boleh dilanggar oleh hukum negara.

Positivisme Hukum Sekuler (misalnya, Thomas Hobbes, John Austin)

Hukum negara adalah yang tertinggi: Penganut positivis hukum berpendapat bahwa satu-satunya hukum yang sah adalah hukum yang dibuat dan ditegakkan oleh negara. Moralitas atau teologi dapat menginspirasi hukum, tetapi hukum tersebut tidak mengikat kecuali dikodifikasikan oleh negara.

  • Hukum Kanon tidak mengikat dari sudut pandang hukum publik kecuali diadopsi ke dalam sistem hukum suatu negara.
  • Pendekatan ini memungkinkan pemisahan gereja dan negara.
  • Dalam pandangan ini, hukum buatan manusia/negara memiliki prioritas dalam mengatur masyarakat.

Pendekatan Otoritas Ganda (misalnya, Augustinus, Luther, beberapa negara demokrasi modern)

Pendekatan ini mengakui dua ranah otoritas: spiritual dan temporal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun