Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Senja dan Fajar di Ujung Timur Jawa

23 Desember 2015   22:00 Diperbarui: 23 Desember 2015   22:13 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumputnya yang jarang dan menguning memenuhi frame pengelihatan saya. Tampak pohon yang sepi tanpa daun yang jaraknya berjauhan. Savana bekol di musim kemarau. Membawa imajinasi pada hutan liar di Benua Hitam.

Sore itu, tampak seekor banteng jawa sedang berendam di kubangan lumpur. Monyet-monyet bermain dan iseng mengerjai para pengunjung. Lincah, mereka berlarian, berkejaran. Rusa-rusa malu-malu di dalam hutan. Dan keindahan sore menjadi lengkap saat seekor merak jantan keluar dari hutan.

Menunggu senja saya lakukan di atas menara pandang. Myaksikan keseluruhan Baluran yang luas. Seorang bule asal Prancis tampak terpukau. Saat saya tanya, dia telah sembilan hari di Banyuwangi. “I love the beautifulness of this city. Amazing nature.” katanya.

Saya ikut menikmati mentari yang perlahan pulang. Walaupun terhalang bukit, namun senja tetap menyajikan renungan. Renungan akan alam yang indah dan perlahan sunyi. Hewan-hewan liar yang hidup bebas dan hanya tunduk pada rantai makanan. Dan segala misteri sampai kapan keindahan ini akan tetap utuh.

Fajar

Fajar adalah semangat. Semangat pagi. Layaknya sapaan HRD di kantor. Tapi saya memang bersemangat untuk menyambut pagi di Kawah Ijen. Masih pukul 2 dini hari, motor saya sudah melaju menembus sunyinya jalanan. Sesekali terlihat warga yang sudah terjaga atau belum terlelap. Hening. Dingin.

Tapi di tengah gelapnya malam, saya bisa merasakan indahnya pemandangan di sepanjang jalan. Kebun kopi, kebun cengkeh, kanopi pohon-pohon rindang semua tertata rapi. Disinari jutaan bintang di langit cerah. Saat hari terang nanti, keindahan dan kehijauan akan terlihat jelas. Dingin pun sedikit hilang oleh kekaguman.

Sayang sekali. Blue fire yang menjadi ikon Ijen sedang tidak dapat dilihat. Ada gas beracun yang muncul pada malam hingga dini hari. Demi keselamatan ratusan pengunjung dari dalam dan luar negeri yang jumlahnya hampir sama satu sama lain, pendakian baru di buka pukul 4 pagi. Dan batas blue fire juga jam 4. Jadi mustahil mendapat blue fire.

[caption caption="Semangat Bapak Penambang Belerang (Dok. Pribadi)"]

[/caption]

Namun, semangat tetap tidak padam. Dua jam pendakian saya lalui. Jalanan berdebu parah cukup menyulitkan. Terlihat banyak sekali bule berkunjung ke Ijen. Tidak hanya Ijen, di Banyuwangi memang banyak sekali turis asing. Wisata dan festivalnya memang sedang menjadi primadona kota berjuluk Sunrise of Java ini.

Ah berbicara semangat dalam pendakian ijen, saya harus berkaca pada semangat para penambang belerang yang terkenal di sana. Lelaki-lelaki paruh baya ini dengan semangat naik turun gunung ijen dua kali sehari sambil memikul sekitar 70 kg belerang. Luar biasa. Harga perkilonya hanya sekitar 1100 rupiah. Tapi, ditengah beratnya beban yang harus mereka pikul, masih ada tawa riang di sela-sela istirahat mereka. Menyapa dan terkadang menggoda para pengunjung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun