Minahasa (27/10/2017) -- Apel Siaga Taruna Siaga Bencana (Tagana) ASEAN +3 menjadi puncak kegiatan Jambore dan Bhakti Sosial Tagana ASEAN +3 di Stadion Maesa Tondano, Minahasa, Kamis (26/10). Jambore yang dilaksanakan untuk yang ke-11 kalinya ini mengangkat  tema "Beragam Untuk Bersatu, Bersatu Dalam Penanggulangan Bencana."
Tagana sendiri terbentuk pasca bencana tsunami yang melanda Provinsi Aceh tahun 2004 silam. Oleh karena itu, relawan Tagana dituntut untuk menjadi lini terdepan dalam setiap penanganan bencana yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia.
Relawan tagana sendiri berasal dari beragam profesi, mulai dari sipil, dokter, militer, hingga sarjana maupun magister dari berbagai disiplin ilmu. Para relawan pun selalu sigap jika terjadi bencana yang dapat datang sewaktu-waktu.
Sesuai dengan motto kerja Kementerian Sosial yaitu "We Are The First to Help And Care", maka dalam penanggulangan bencana, unsur tagana menjadi frontline yang hadir paling lambat satu jam setelah terjadi bencana itu sudah dibuktikan.
Antusias peserta mengikuti event tahunan tersebut kata dia cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari jumlah peserta yang hadir melebihi kapasitas undangan yang ditentukan. "Namun kita tidak bisa melarang, karena mereka menggunakan biaya sendiri," ujar Adhy.
Parade dibuka dengan tarian adat, dengan barisan diikuti oleh pakaian adat, Tagana Khusus, pemain musik cakalele, para perintis, pemegang pataka, Â pemain drum band dan peserta tagana yang mengenakan pakaian PDH lengkap.
Parade Budaya ini melintasi kota Tondano, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara menuju Lapangan God Bless Minahasa depan Kantor Bupati. Mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat Minahasa. Banyak warga yang  menyaksikan pawai budaya berselfie ria bersama peserta parade.
Keriuhan parade ini sangat terasa ketika bunyi musik angklung dan pukulan drumband dimainkan dan bergema di Minahasa. Dentuman yang menutupi bisingnya kendaraan yang lalu lalang di sekitaran lokasi kegiatan.