Mohon tunggu...
Pormadi Simbolon
Pormadi Simbolon Mohon Tunggu... Pecinta Filsafat

Alumnus STFT Widya Sasana Malang dan STF Driyarkara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama yang Berdaya-ubah

7 Juni 2025   06:35 Diperbarui: 6 Juni 2025   22:52 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: Facebook/Discovery Asean)

"Religius tapi Gemar Korupsi, Ada Apa?" Pertanyaan tersebut muncul di laman Harian Kompas, Sabtu, 8/11/2025. Pertanyaan ini menarik perhatian dan mengajak untuk merenung. Keprihatinan dasarnya adalah bahwa bangsa kita dikenal sebagai masyarakat religius tetapi tingkat korupsinya juga tinggi. Keprihatinanya itu semakin membuncah ketika "sebutan" klasemen Liga Korupsi beredar dan mewarnai lini masa media sosial setelah dugaan korupsi di pertamina yang disebut merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun diungkap oleh Kejaksanaan Agung.

Pertanyaanya, apakah pendidikan agama yang dilaokasikan 2-4 jam selama ini ini efektif dan efisien dalam penanaman nilai-nilai agama secara mendalam dan membatin? Apa yang bisa diharapkan dari pelajaran pendidian agama  dengan alokasi sebanyak 2-4 jam per minggu? Terkesan, pendidikan agama selama ini hanya transfer informasi dan teoritis tentang nilai-nilai agama, belum menyentuh praktik nilai-nilai agama.

Lalu, wajar muncul pertanyaan: ada apa dengan keberadaan agama? Apakah agama hanya sebagai selubung simbolik? Mengapa substansi agama belum membatin dalam pemeluknya? Agama seyogiyanya mengubah manusia menjadi "manusia baru" sesuai dengan nilai-nilai agama.

Kritik atas Agama

Peran agama sudah dilihat Karl Marx. Pada zamannya, Marx mengkritik keberadaan agama dan keberadaan filsafat. Bagi Karl Marx agama harus ditolak karena menciptakan kesadaran palsu dan alienasi.

Manurut Marx, agama menjadi alat manipulasi dan penindasan kelas atas terhadap kelas bawah. Agama kerapkali "dipakai" saat menjelang kontestasi politik atau saat seseorang menghadapi sidang pengadlan. Filsafat bersifat metafisik dan tidak berdampak pada kehidupan masyarakat.

Seturut keadaan zamannya, Karl Marx melihat bahwa agama tidak membantu kehidupan manusia untuk keluar dari situasi penindasan. Agama justru dijadikan legitimasi dan peneguhan situasi penindasan dengan narasi keagamaan. Berangkat dari keperihatinan ini, menurut Marx, agama harus ditolak dan filsafat harus membumi dan mengubah masyarakat agar sadar akan eksistensi dirinya dan bebas dari penindasan kelas atas.

Tidak heran bagi negara-negara komunis seperti China dan Vietnam memandang agama membawa dampak negatif bagi perkembangan manusia. Mereka lebih menerapkan sikap ateistik dan antiagama. TIngkat korupsi di CIna dan Vietnam juga lebih rendah, meski kedua negara itu tidak sereligius Indonesia.

Kritik Marx dan praktik kehidupan sosial di China dan Vietnam menjadi kritik bagi semua umat beragama di dunia, termasuk Indonesia yang menjadi salah satu negara paling religius. Apa yang sebaiknya dilakukan agar agama itu dapat mengubah pemeluknya? Bagaimana agar nilai-nilai substansial agama seperti kejujuran, keadilan dan integritas pribadi benar-benar dapat menahan perilaku korupsi?

Pendidikan Agama Berpola Asrama 

Menurut penulis, agar agama berdampak dan mengubah, pola pendidikan agama berpola asrama menjadi pilihan yang tepat. Karena pendidikan agama berpola asrama (boarding School) dapat berfokus dalam pembinaan dan praktik nilai-nilai keagamaan, seperti pengembangan karakter, kedisiplinan, kemandirian dan pendalaman ajaran agama  serta pembentukan kepribadian yang berintegritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun