Mohon tunggu...
Ponco
Ponco Mohon Tunggu... wiraswasta -

Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harga BBM Naik Plus Program"Balsem" Setujukah Warga Kompasiana?

3 Juni 2013   17:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:35 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari ini berita-berita tentang rencana pemerintah menaikkan harga BBM semakin ramai menghiasi media massa. Pro-kontra mulai bermunculan terhadap rencana pemerintah tersebut. Pemerintah beralasan harga BBM harus naik karena jika beban subsidi BBM tidak dikurangi, maka akan mempengaruhi kondisi keuangan Negara (merdeka.com). Namun ternyata alasan pemerintah tersebut tidak serta-merta bisa diterima oleh banyak pihak. Pihak-pihak yang mengkritisi bahkan yang menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM ini menganggap alas an pemerintah tersebut tidak sepenuhnya bisa diterima.

Menurut Danil Azhar Simanjuntak, ekonom dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten, Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memang tidak bisa dielakkan. Tetapi argumentasi pemerintah yang hanya menitikberatkan pada beban subsidi di APBN yang sudah tidak rasional dan bisa membahayakan keuangan negara tidak sepenuhnya bisa diterima karena apabila alasanannya hanya itu, menurut Dahnil, masih banyak opsi yang bisa dilakukan dalam jangka pendek, seperti melakukan penghematan belanja pos-pos perjalanan dinas dan belanja pegawai lainnya.(RMOL)

Selain itu Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP Effendi Simbolon, memertanyakan dasar pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Juga, alasan pemerintah mengedepankan BLSM.

"Apakah benar itu hanya sebagai dampak proteksi inflasi dari kenaikan BBM? Terus, kenapa BBM dinaikkan?" ujar Effendi (Tribunnews.com).

Sedangkan dari Fraksi PKS PKS secara tegas menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM Bersubsidi. PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi karena akan berdampak pada kenaikan harga-harga barang, memukul daya beli rakyat, menambah jumlah rakyat miskin dan merusak prospek ekonomi sehingga semakin buruk. Selain itu PKS menilai pilihan terhadap kebijakan ini akan mendorong gejolak sosial dan resistensi publik serta merusak harmoni sosial. (kabarpks.com)

Lain lagi dengan Pengamat Ekonomi Destry Damayanti menilai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi penting bagi ekonomi Indonesia karena ketimpangan harga dengan BBM non-subsidi sudah semakin besar.

"Secara ekonomi kenaikan harga BBM bersubsidi itu sangat urgent, distorsi harga sudah besar sekali, yang satu Rp9.700 (pertamax) yang satu Rp4.500 (premium)," kata Destry (Yahoo!News)

Lalu bagaimana dengan pendapat/respon publik terkait dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM tersebut?Lembaga Survei Nasional (LSN) mengatakan berdasarkan survei yang dilakukannya sebanyak 86,1 persen responden menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Berdasarkan ahasil survei LSN, 86,1 persen menolak rencana kenaikan harga BBM, 12,4 persen setuju dan 1,5 persen responden menyatakan tidak tahu," kata peneliti utama LSN, Dipa Pradipta di Jakarta, Ahad (2/6).

Dipa mengatakan ada tiga alasan publik menolak kenaikan harga BBM, pertama akan memberatkan ekonomi masyarakat. Hal itu mengakibatkann harga kebutuhan pokok naik dan semakin tidak terjangkau oleh pendapatan rakyat kecil. "Kedua, kebijakan itu tidak akan menolong kesehatan fiskal karena beberapa kali kenaikan harga BBM di masa lalu tidak efektif menyelamatkan APBN," ujarnya.

Ketiga menurut dia, publik menilai ada motif-motif politik praktis di balik kebijakan menaikkan harga BBM. Pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenikan harga BBM dinilai sebagai skenario mendongkrak elektabilitas partai pemerintah. "Menurut temuan LSN, mayoritas masyarakat berpendidikan dan berpenghasilan rendah menolak kenaikan harga BBM," katanya.(ROL)

Berbagai pendapat baik yang pro maupun yang kontra terhadap rencana kenaikan BBM oleh pemerintah tersebut semakin banyak dibicarakan, apalagi rencana penaikan harga BBM tersebut diiringi dengan BLSM (“Balsem”) sehingga menjadi tambah panas saja isu ini.

Wajar saja jika isu ini semakin panas karena rencana penaikan harga BBM diiringi dengan pemberian “Balsem” kepada sekitar 15,5 Juta penduduk miskin ini sangat berdekatan dengan Pemilu 2014..Kebijakan yang tidak popular ini sepertinya merugikan partai-partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah secara politis namun dengan adanya “Balsem” (BLSM) kebijakan tersebut justru bisa sangat menguntungkan partai-partai koalisi pemerintah. Mengapa? Karena bisa saja mereka memanfaatkan program “Balsem” untuk kepentingan politik di tahun 2014 khususnya partai-partai yang memiliki pos-pos menteri yang terkait langsung dalam pengelolaan & penyaluran “Balsem” tersebut. Coba bayangkan 'Balsem' yang diajukan pemerintah kepada DPR sebesar Rp 150 ribu/bulan selama 5 bulan ke 15,5 juta keluarga miskin jika disetujui oleh DPR maka akan masuk dalam APBNP 2013. Itu artinya anggaran negara sebesar Rp 11,6 Trilyun sangat rentan dimanfaatkan oleh partai-partai koalisi untuk kepentingan politik 2014. Apalagi menurut Ichsanudin Noorsy ternyata dana "Balsem" (BLSM) ini ternyata berasal dari hutang ADB (FimadaniNews)

Mari kita cermati kembali siapa yang diuntungkan & dirugikan dengan rencana kenaikan harga BBM yang diiringi “Gosokan Balsem” tersebut? Rakyatkah atau partai-partai penguasa?

Partai Demokrat mungkin dalam posisi buah simalakama karena sesungguhnya kebijakan menaikkan harga BBM pasti berdampak politis bagi semakin menurunnya tingkat elektabilitasnya namun dengan adanya “Balsem” dampak politis tersebut bisa diminimalisir bahkan bisa dimanfaatkan menjadi sebuah keuntungan. Tapi jangan lupa PD juga punya kepentingan agar isu Mega Korupsi Hambalang & Century yang merugikan negara trilyunan rupiah itu tidak ikut “digoreng” sampai pelaksanaan Pemilu 2014 cara yang sangat mungkin adalah dengan melakukan deal-deal politik dengan sesama anggota koalisi yang memiliki media-media besar seperti Partai Golkar dimana Ketua Umumnya, Abu Rizal Bakrie adalah pemilik beberapa stasiun televisi swasta yang cukup berpengaruh, ini diperkuat dengan pertemuan Ical dengan Presiden SBY Rabu (8/5) lalu. Hal ini sangat beralasan karena Partai Golkar juga punya kepentingan yang sama dengan PD dimana saat ini sedang tersandung kasus korupsi Pengadaan Al Quran yang diduga melibatkan salah satu Petinggi Partai Golkar Priyo Budi Santoso. Selain itu dengan adanya “Balsem” yang Partai Golkar yang lebih banyak bisa mengambil keuntungan karena saat ini posisi Menko Kesra dimiliki oleh elit Partai Golkar dimana kendali “Balsem” ini bakal berada dibawah Menko Kesra apalagi didukung dengan pengalaman politik yang sangat panjang dan jaringan yang sudah sangat mengakar ke seluruh pelosok negeri.

Nah…., bagaimana dengan Warga Kompasiana? Setujukah Anda terhadap rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM? Setujukah juga Anda dengan adanya “Balsem” (BLSM)? Silahkan berpendapat tapi ingat ya…..yang santun dalam lisan & tulisan, Terima kasih

Salam Cinta & Persaudaraan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun