Mohon tunggu...
plaspalisnsome
plaspalisnsome Mohon Tunggu... -

Know more. Do more. Do better. Pernah belajar di Fak. Filsafat - Unika Santo Thomas Medan, Sumatera Utara (2010 - 2014).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salib Kampung: Tanda Kehadiran Tuhan di Kampung

13 Mei 2017   21:09 Diperbarui: 20 Mei 2017   20:12 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salib Kampung: Tanda Kehadiran Tuhan di Kampung

Pendahuluan     

      Salah satu tugas pastoral yang penulis lakukan selama menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Paroki Pusat Damai, Keuskupan Sanggau, adalah kunjungan ke stasi untuk memimpin ibadat (tourne) pada hari Minggu atau hari-hari raya lainnya. Nah, dalam tourne itu ada hal jamak yang penulis jumpai hampir di setiap kampung, yaitu adanya sebuah salib yang ditempatkan di awal kampung, di ujung kampung, atau di tengah-tengah kampung. Salib tersebut dinamakan Salib Kampung. Dalam beberepa kesempatan penulis juga sering memimpin ibadat dimana salib kampung ditempatkan untuk memperingati haru ulang tahun salib tersebut. Biasanya hari ulang tahun tersebut bertepatan dengan perayaan syukur atas pesta panen padi (gawai) di kampung tertentu. Bahkan terkadang identitas perayaan gawai sebuah kampung terkait erat dengan hari ulang tahun salib kampung itu sendiri. Misalnya perayaan gawai padi di kampung Sedoya selalu terjadi pada tanggal 1 Juli karena tanggal itu merupakan hari ulang tahun salib kampung sedoya.

      Fenomena yang jamak ini tentu saja membersitkan sedikit rasa penasaran dalam benak penulis. Apakah sebenarnya makna salib kampung bagi umat di wilayah Paroki Pusat Damai? Bagaimana sejarahnya sehingga hari ulang tahun salib kampung menjadi sebuah kewajiban untuk selalu dirayakan? Bila dikaitkan dengan kebudayaan kampung-kampung masyarakat Dayak pada zaman dahulu yang selalu menempatkan sebuah tugu religius (pantak atau padagi) di awal dan ujung kampung, apakah salib kampung memiliki makna yang sama dengan pantak? Atau apakah dalam hal ini telah terjadi suatu inkulturasi liturgi?

      Dalam paper ini penulis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan terlebih dahulu membahas selayang pandang makna salib dalam Gereja Katolik. Setelah itu penulis akan memberi gambaran singkat tentang makna pantak bagi masyarakat Dayak, khususnya dalam kebudayaan Dayak dahulu kala. Dalam bagian selanjutnya akan dibahas sejarah singkat tentang salib kampung yang ada di Paroki Pusat Damai. Dan dalam bagian penutup penulis akan mengkomparasikan makna salib Kampung dengan makna pantak bagi masyarakat Dayak.

Makna Salib bagi Orang Kristen

      Salib sesuai dengan asal-usul katanya dalam bahasa Arab (s l b) berarti kayu palang atau silang. Pada dasarnya salib adalah suatu lambang universal dan dasariah yang dalam aneka bentuk terdaapat dalam beberapa lingkungan kebudayaan. Bentuk salib swastika misalnya yang terdapat dalam kebudayaan India kuno merupakan lambang keberuntungan. Karena itu, jauh sebelum kematian Yesus Kristus di salib, salib hanyalah lambang biasa yang tidak berkaitan sama sekali dengan ajaran kepercayaan tertentu. Tidak ada hubungan antara berbagai bentuk salib para-Kristen dengan salib sebagai alat eksekusi Romawi yang menjadi sarana pembunuhan Yesus Kristus, yang kemudian menjadi tanda khas orang Kristen.[1]

      Di kawasan Timur Tengah jauh sebelum Masehi orang yang melakukan kejahatan besar, dihukum mati dengan diikat atau dipaku pada salib yang berbentuk T. Hukuman kejam itu berasal dari Babilonia dan melalui Persia dan Fenisia diterima oleh hukum Romawi. Pada zaman kekaisaran Romawi hukuman salib dijatuhkan kepada mereka yang mengancam stabilitas politik kekaisaran. Contoh orang-orang yang dihukum salib antara lain para pemberontak yang melawan wibawa Romawai dan para perampok yang sudah mengganggu keselamatan umum.[2] Karena itu tidak mengherankan bila salib pada masa Romawi merupakan tanda kehinaan yang identik dengan hukuman keji dan menjijikkan.

      Salib sebagai tanda kehinaan pelan-pelan berubah maknanya setelah kematian Yesus Kristus di salib, khususnya dalam kalangan para pengikut-Nya. Penyaliban merupakan konsekuensi sikap dan tindakan Yesus yang mewartakan Kabar Gembira tentang Allah-Bapa Yang Mahabaik, Yang Mengampuni dan mengangkat kembali anak-anak-Nya yang berdosa terhadap-Nya (bdk. Perumpamaan Anak Hilang dalam Luk 15:11-32). Dengan pewartaan-Nya Yesus hendak membebaskan orang dari penafsiran keliru hukum Taurat. Yesus mewartakan Allah Bapa yang menyayangi dan mau menyelamatkan semua manusia, termasuk orang yang dikucilkan sebagai pendosa. Karena pewartaan-Nya ini para pemimpin (karena aneka kepentingan) dan rakyat (yang menghendaki Yesus menjadi penyelamat politis) kecewa terhadap Yesus dan mengajukan-Nya ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman Salib. Dalam Injil Lukas dikatakan dengan jelas tuduhan mereka mengajukan Yesus ke pengadilan, “Telah kedapatan oleh kami bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang diri-Nya Ia mengatakan bahwa Ia adalah Kristus, yaitu Raja … Ia menghasut rakyat dengan ajaran-Nya di seluruh Yudea, Ia mulai di Galilea dan sudah sampai ke sini” (Luk 23:2,5).

      Yesus karena kesetiaan pada perutusan-Nya sama sekali tidak berupaya untuk menggagalkan upaya penyaliban yang ditujukan kepada-Nya, melainkan menerimanya sebagai konsekuensi yang harus ditanggung-Nya. Yesus tidak menghukum, melainkan mengampuni dan mendoakan mereka, bahkan mereka yang menyalibkan-Nya. Sikap Yesus yang membawa-Nya pada kayu salib itu dibenarkan Allah dengan membangkitkan-Nya dengan mulia pada hari Paskah. Salib dan kebangkitan adalah satu kenyataan tak terpisahkan. Salib bukanlah kegagalan, melainkan kemenangan, karena mematahkan kebencian, dosa dan maut dari dalam. Sebab, kemenangan paling jaya bukanlah penghancuran dari luar, melainkan perubahan dari dalam: kebencian diubah menjadi kasih, dosa diubah menjadi ketaatan sampai penyerahan nyawa, maut diubah menjadi sumber kehidupan abadi bagi kemanusiaan Kristus dan semua orang yang beriman kepada-Nya.[3] Untuk orang Kristen, seperti yag diungkapkan oleh rasul Paulus, salib berarti tanda keselamatan yang diperoleh Kristus dalam wafat-Nya demi orang berdosa (bdk. 1Kor 1:17 dst; Gal 5:11; dan Flp 3:15).

      Demikianlah setelah peristiwa penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus makna salib mengalami perubahan makna. Untuk orang Kristen salib bukan lagi lambang kehinaan, melainkna lambang keselamatan. Oleh cinta kasih-Nya, Allah Putra telah menyediakan diri-Nya menjadi kurban penebusan dosa umat manusia dengan wafat di kayu salib. Salib yang semula menjadi lambang kehinaan, sekarang menjadi lambang keselamatan berkat wafat Yesus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun