Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyiasati "Krisis Silaturahmi" akibat Pandemi

8 September 2020   08:56 Diperbarui: 8 September 2020   09:02 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa Indonesia terkenal mementingkan silaturahmi. Kata ini berasal dari kata bahasa Arab "Silaturahim".  Merupakan gabungan 2 kata, yaitu "silah" yang berarti "hubungan" dan "rahim" (seperti kata "rahim : tempat janin Ibu") yang berarti "kasih sayang. Jadi maknanya adalah "hubungan kasih sayang karena persaudaraan". 

Dalam perkembangannya, kata Silaturahim dalam bahasa Arab ini diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi "Silaturahmi". Juga mengalami perluasan makna, dari "kasih sayang berdasarkan hubungan kekeluargaan" menjadi kata baku "silaturahmi" yang dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti "Tali Persahabatan (Persaudaraan)". 

Dalam masyarakat kita yang (dulunya) berjiwa sosial, perilaku "menyambung tali" silaturahmi dipandang teladan, sedangkan "memutuskan" silaturahmi dianggap tindakan tercela. 

Bagi umat Islam, tuntunannya jelas : "Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi". Hadits ini menunjukkan bahwa "menyambung" silaturahmi adalah "Sunnah" (perilaku Nabi Muhammad SAW) yang harus diteladani dengan 2 manfaat utama, yaitu: melapangkan rezeki dan memanjangkan umur. Makin luas silaturahmi, yang dalam istilah manajemen disebut "NETWORKING" (Jejaring) berarti makin luas relasi yang menjadi MODAL berharga dalam bisnis dan bekerja untuk menggapai sukses dan bahagia. 

KETELADANAN SILATURAHMI DALAM KEHIDUPAN NYATA 

Bagi Penulis pribadi, banyak panutan silaturahmi yang dapat diteladani di kehidupan nyata. 

Almarhum Papa H. Pandji Denny dan almarhumah Mama Hj. Tuty Istiawati sangat mengutamakan silaturahmi. Dalam pesan tertulisnya untuk keluarga, Papa mewasiatkan kami, anak-anak untuk terus menjaga tali silaturahmi. 

Like father, like son... Sikap Papa yang mengajarkan kami, anak-anaknya untuk mengutamakan silaturahmi diteladani dari orangtua beliau. Aki' dan Nini' (panggilan untuk Kakek dan Nenek) "membudayakan" silaturahmi, dengan semasa hidupnya secara rutin mengadakan "Malam Jumatan" berupa membaca Yasin bersama, berzikir, berdoa dan dilanjutkan dengan makan malam bersama seluruh anak dan cucunya. Walaupun ketika itu masih kecil, Penulis masih terkesan dengan ramai dan cerianya Malam Jumatan itu. 

Penulis juga kagum pada Ibu mertua, Hj Yati Sofiati Mukadi, yang hampir tidak pernah absen dalam membezoek keluarga yang jatuh sakit. Begitu pula dengan menghadiri resepsi perkawinan dan arisan. Ketika kecil, penulis takkan lupa dengan kejadian kakak tertua Papa, Wa' Tjepy yang pada suatu pagi datang seorang diri ke rumah kami dengan memakai pakaian olahraga... 

Yang luar biasanya, beliau datang ke rumah kami di Menteng dengan... berjalan kaki... dari rumahnya di Halim. Ya, berjalan kaki sejauh itu untuk bersilaturahmi ke rumah adiknya. Memang beliau suka menyambung silaturahmi. Ternyata perilaku beliau yang mengutamakan silaturahmi ini diteladani anak cucunya, yang  di kemudian hari, selalu  paling banyak hadir dalam acara "Arisan Keluarga Besar Pandji", dimanapun diadakan. 

Memang sikap orangtua terhadap silaturahmi cenderung "ditiru" oleh anak-anaknya. Contohnya kakak priaku, alm. Teddy Pandji Waseda yang mampu menginspirasi ipar-iparnya sehingga keluarga istrinya makin "guyub". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun