Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Meninggalkan Desa

27 September 2020   11:18 Diperbarui: 27 September 2020   12:48 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumentasi pribadi

Bahar datang atas nama peluang,
Sebab di desanya sudah tak ada lagi yang tersisa kecuali orang-orang terbuang,

Ya, Bahar adalah orang terakhir yang meninggalkan desa tandus yang sudah tergerus abrasi air laut, yang seakan desanya dibiarkan tenggelam oleh kekuasaan,

Desanya ditusuk oleh tangan ketamakan akibat pengerukan pasir laut yang dijual ke negeri seberang, sedang dirinya dan ratusan rakyat yang mengerang tak pernah mendapat titik terang,  

Dibiarkan mati di tangan kekejaman sang pemilik uang,
Entah harus berharap ke siapa dan mengadu ke mana,
Semua seakan sepakat dalam diam, Seiring atap-atap rumah hilang tenggelam dalam pandang,


Kejamnya kota sudah tertanam dalam benaknya jauh-jauh hari,
Tapi Bahar tak tahu lagi harus kemana,
Ia yang sekarang sebatang kara,
Menahan sendiri luka lara,

Dengan selembar lima puluh ribuan yang tersisa,
Setelah berhari-hari terguncang dalam bak truk angkutan antar pulau,
Bahar tiba di pasar induk ibukota,
Bau busuk got penuh sampah menyusup ke hidungnya,

Ini bau Jakarta yang ia sesap awal mula,
Akankah ada cerita bahagia di muka?
Entah,
Bahar hanya bisa menghela,
Harapnya ia ingin segera dapat kerja,

Depok, 27 September 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun