Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Proposal Kebersihan Kota Kupang Cermin Pembelajaran

24 Januari 2019   11:59 Diperbarui: 24 Januari 2019   12:08 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siaran berita tentang kota-kota kotor di Indonesia sudah meluas. Satu di antaranya, Kota Kupang, kota kategori sedang paling kotor.

Siaran warta berita tentang Kota Kotor nan jorok, menyebar di beberapa pulau di Indonesia, tetapi di NTT sedikitnya menyumbangkan empat kota kotor nan jorok itu. Pertanyaannya, mengapa kota jorok dan kotor itu 4 dari 21 kota yang ada di NTT? Mengapa pula kota-kota jorok ini, terdapat dua di Flores, Ruteng dan Bajawa? Bukankah dua kota kotor di Pulau Flores itu  persis menyimpan ironi yang sangat terkait mimpi NTT menjadikan pariwisata menjadi sektor penggerak ekonomi di NTT?

Beberapa pertanyaan ini, tentu saja menyiarkan sekaligus refleksi kultural dari para penghuninya. Satu di antaranya ingin dijelaskan di sini yaitu Kota Kupang, karena inilah kota terbesar di tepi selatan Indonesia  yang berbatasan langsung dengan dua negara tetangga yaitu Timor Leste dan Australia.

Mungkin baik, jika kita tidak menghabiskan waktu dan energi untuk saling menyalahkan. Cara yang kini terbaik  dilakukan ialah semua kita terpanggil untuk menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam skema  menyumbangkan pikiran terbaik tentang cara mengatasi kotor jorok ini. Sembari dengan itu, perlu ditahui siapakah dan apakah gerangan sesungguhnya penduduk kota ini.  Tulisan berikut seketul profil tentang manusia kota ini.

Tatkala berita tentang ini kota paling jorok dan kotor, reaksi macam-macam. Dimaklumi, tetapi juga geram. Saya yakin sejak lama, Kota Kupang dihuni 99% orang kota, meski semua penghuni kota umumnya berasal dari kampung-kampung di NTT dan para perantau dari berbagai tempat lain di Indonesia.

Memang ada juru kritik. Kritikan yang diajukan, memiliki sisi penting untuk dicermati lebih lanjut. Disebutkan di sini  satu model kritik yang ditulis sahabat Jermi Haning dari New Zeland, melalui akun facebooknya belum lama berselang. Dia menulis begini:

Kupang, kota paling kotor. Walikota butuh bantuan atau sudah gagal? Ini bukan masalah baru. Kita dengan mudah bisa melihatnya di hampir semua pojok Kota Kupang, tetapi Walikota Kupang belum bergerak walau sudah menduduki kursi kekuasaan lebih dari 1 tahun. Bandingkan dengan Gubernur. Kurang dari 3 bulan sejak pelantikannya 5 September 2018, masalah sampah di Kota Kupang sudah disinggung Gubernur (https://bit.ly/2AUUuYZ) pada tanggal 21 November 2018.

Sampah di Kota Kupang bukan wilayah legal-formalnya Gubernur. Dan, tidak ada masalah lintas kab/kota yang membutuhkan intervensi Gubernur, tetapi Gubernur sangat peduli dan sensitif dengan urgensi kebijakan publik.

Maka, saat Walikota belum bertindak, Gubernur NTT menggerakkan pasukan membersihkan Kota Kupang (https://bit.ly/2szenQH). Ini salah satu bentuk soft power Pak Gubernurr. Menurut sdr/i, apa sesungguhnya pesan yang hendak disampaikan Gubernur NTT kepada Walikota Kupang?

Sampai di sini, sahabat intelektual saya itu mengajukan semacam polling gagasan dengan pilihan terbatas, yaitu apakah perlu campur tangan gubernur atau walikota gagal.

Bagian terakhir ini, saya tersenyum, bukan lantaran dua pilihan ini salah atau lucu, tetapi karena saya menempatkan diri menjadi bagian dari pembuat kota kotor itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun