Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mama, Selamat Hari Ibu!

22 Desember 2020   10:27 Diperbarui: 22 Desember 2020   10:47 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lelang-lukisanmaestro.blogspot.com/2011/07/lukisan-karya-basuki-abdullah.html

Waktu itu, 2016, saya telah mendapat berita tentang pengutusan kami berempat untuk studi di Kentungan-Yogyakarta. Kendalanya adalah saya bersama saudara Emil belum memiliki KTP (karena waktu SMA saat pengurusan e-KTP massal usia kami belum cukup). Saya mulai cemas, bagaimana mengurus KTP sedangkan saya masih masuk dalam kartu keluarga di Alor. Tidak mungkin kembali ke kampung dalam waktu singkat untuk mengurusi berkas-berkas administrasi sehubungan dengan pembuatan e-KTP. 

Dalam kecemasan inilah saya berjumpa dengannya, wanita tangguh berambut pendek, kutilang (kurus, tinggi semampai, dan langsing), suka berbicara ceplas-ceplos, namun ada ketegasan dalam lengkingan suaranya yang serak basah. Awalnya saya berpikir dia sudah berusia lanjut, padahal waktu itu dia masih berumur sekitar empat puluh limaan. "Mungkin dia wanita pekerja, pemikir, atau emosional", pikirku waktu itu.

Tapi tidak. Ia transparan. Kadang tertawa, kadang cepat meneteskan air mata, namun dengan prinsip dan kewibawaan layaknya kuda sandalwood Sumba. Dan memang kisah-kisah itulah yang sering kudengar dari anaknya Emil, "Tidak ada kesuksesan tanpa jeri payah". Saya masih ingat bagaimana dia berjuang sampai KTP saya keluar. Dua hari dia tidak ke sekolah, menemani kami dari Subuh sampai Magrib. Di matanya, saya sudah bagian dari anggota keluarganya, anak bungsunya. Mulutnya yang selalu bercerita menandakan desakan hatinya yang tak ingin saya terbebani oleh urusan KTP. Bagi saya, dia adalah manusia seperti yang digambarkan Sharon Thornton dalam bukunya, Broken Yet Beloved: "Yang menanggapi seseorang yang terluka dengan serius sekadar untuk mendengar lagu dan suara yang tersembunyi di bebatuan yang berteriak" (64-65).  

Dalam kesempatan yang lain, dan ini yang paling mengesankan saya. Saat itu Juli 2017 saya mendapat jadwal libur dan menyempatkan waktu berkunjung ke rumahnya. Saya cuman ingin menunjuk muka, kalau-kalau, anak bungsunya yang sering hilang ini masih ada. Saya tidak berniat bermalam. Namun tiba-tiba saja ia masuk ke kamarnya, mengambil satu kain sumba besar berwarna biru cerah mencolok, meletakannya di atas pangkuan saya, dan meminta saya untuk bermalam. Saya kaget bukan main, karena saya awalnya berpikir hanya dalam administrasi saya adalah anak bungsunya, namun dia menerima saya dalam budayanya, Sumba. Bukan soal kain adatnya, tapi getar batin sebagai ibu dan anak. Betapa seorang ibu yang pernah melahirkan tahu persis kejiwaan seorang anak yang genetiknya bukan anak kandungnya. Dan kalau tidak berlebihan, saya ingin katakan bahwa dalam kain adatnya, saya melihat rahimnya.

Rahim yang membungkus seorang anak dengan hangat, tanpa cacat, dan penuh ketulusan yang tidak dibuat-buat. Benar kata orang, ibu adalah pinjaman dari Allah yang paling sempurna. Bahwa ia melihat semuanya tanpa banyak berkata-kata, mengorbankan semuanya tanpa mengeluh, memberikan semuanya tanpa mengharap kembali. Lebih dari itu, doa seorang ibu mampu menembus langit. Anak-anaknya tidak perlu khawatir, karena sujud seorang ibu selalu senantiasa di hadapan Khalik, sampai mereka lupa mendoakan diri sendiri. 

 Untukmu mama Hildegard Mazu, selamat ulang tahun. Dua kata yang selalu ingin saya sampaikan secara langsung adalah terima kasih banyak dan minta maaf. Saya sadar, di bangku kuliah saya banyak kali atau bahkan tidak pernah mengabarimu. Kadang saya beban, bila Emil menyampaikan salammu padaku.

Saat ini di hari bahagiamu, saya ingin mengatakan kesadaranku sebagai perantau ilmu. Bahwa uang bisa dicari, ilmu bisa digali, tapi kesempatan mengasihi orangtua tidak datang dua kali. Sebetulnya banyak sekali curhatan tentang suka duka panggilan yang ingin kukisahkan padamu. Namun saya takut kesedihanmu jauh melampaui kesedihanku. Karena saya yakin, sosok yang tidak pernah jujur tentang lukanya adalah seorang ibu (belajar dari pengalaman mama saya Katarina M. Duka). Betapa tololnya saya ini, yang selalu mengagumi wanita karir yang sukses dalam karyanya namun lupa akan sosok seorang ibu yang sibuk mengurus rumah, yang bangun sebelum saya bangun, dan tidur sebelum saya tidur.

Maaf saya jarang mengabarimu. Jarang pula meminta restumu. Tanganku kadang terlalu pendek.

Selamat hari ulang tahun mama #Hildegard Mazu dan selamat hari ibu untukmu semua perempuan Indonesia.

Salam hangat dariku

Kupang 22 Desember 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun