Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Blessing in Disguise: Pergerakan Intelektualitas Indonesia Era Digitalisasi

15 Mei 2019   10:57 Diperbarui: 15 Mei 2019   11:04 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Timbulnya kekuatan bangsa Turki memboycott jalan-jalan perdagangan, kemudian dikenang oleh Marco Polo sebagai ziarah penemuan kebudayaan Timur ke Barat. Ibaratnya sebuah diplomasi politik, setelah Barat merasa mumpuni untuk independen dan setelah jalan Timur dibuka kembali, dengan cepat sebuah ekspansi westernisasi dimulai, one fifth of the entire European Population. Sadar atau tidak, term dunia baru dan penetapan sumber-sumber Barat inilah yang merupakan latar belakang dari kata Globalisasi[6].

Memasuki abad XII, karya-karya Yunani terjemahan Arab sudah merambah sampai ke Barat. Dalam rentan waktu inilah, Gerard dari Cremona (1114-1187) berusaha untuk me-latin-kan warisan Yunani dalam bahasa Arab tersebut. 

Selain Gerard, ada pula Aderard dari kota Bath yang kemudian menyamar menjadi seorang mahasiswa Muslim untuk dapat belajar di Universitas Islam di Cordoba, Spanyol. Pada abad XV, sebagian besar sarjana Eropa mulai mengerjakan sendiri penerjemahan naskah-naskah Yunani Kuno; kamus-kamus besar dikumpulkan demi pemaksimalan penerjemahan dari bahasa Yunani, Hibrani dan Arab.

 Ilmu pengetahuan ibaratnya dinamit yang tak bisa dimampat apalagi dikekang. Ia benih yang tumbuh di dalam rawa, sulit diprediksi, namun bergerak di bawah lumpur antropologi manusia. 

Perebutan Konstantinopel oleh Turki di tahun 1453 mengakibatkan kekayaan perpustakaan Konstantinopel menyebar ke seluluh wilayah Eropa dengan ditunjang oleh penemuan mesin cetak. Pada abad-abad ini perkembangan ilmu pengetahuan masih berjalan dalam kontrol ketat agama[7]. Injilpun baru pertama kali dicetak tahun 1454.

  • Revolusi Ilmu Pengetahuan dalam Teknologi

         Menarik bahwa sampai pada abad XVI tambahan data ilmiah ke dalam perpustakaan bukan hanya golongan sarjana, melainkan juga para tukang, dokter, ahli bedah dan bahkan pelancong serta pelaut. Indikasinya bahwa teori-teori dari para pemikir dalam situasi ini tidak cukup adekuat karena tanpa eksperimen.

Galileo Galilei adalah figur pertama yang menggunakan metode eksperimen, yakni teleskop untuk ilmu astronomi. Perlengkapan ilmiah semisal teleskop ini tercipta berkat ko-kreasi antara saintis dan pertukangan dengan tujuan komersial. 

Tidak heran jika pada zaman itu, banyak mahasiswa sejarah yang berguru pada para pedagang dan ahli tukang. Para tukang yang pandai dalam perdagangan barang-barang kimia, membuat logam dari praktek pertambangan termasuk cara pemurnian, pemanasan dan pencampuran yang di kemudian hari dipakai oleh ahli kimia dan ilmu alam. Merekapun menemukan alat-alat khusus yang digunakan sebagai sarana untuk mengetahui bahan kimia dalam suatu campuran.

 Kemajuan di bidang teknologi memungkinkan terciptanya kaca dan pengasahan lensa. Dalam periode ini munculah sosok ulung Leewenhoek (1632-1723) yang menemukan mikroskop untuk menemukan bakteri dan benih sperma. Galileo Galilei dan Leewenhoek adalah representasi para penemu yang keberhasilannya ditentukan oleh perkembangan teknologi.

Probabilitas dari perkembangan teknologi rupanya menciptakan masyarakat manusia yang semakin berilmu. Memasuki abad XVII, majalah-majalah mulai diterbitkan sedang universitas-universitas masih bersikap konservatif. Ilmu pengetahuan justru berkembang lebih pesat di luar lingkungan universitas. Rangsangan berlanjut berkat minat kaum terpelajar dan orang-orang kaya yang lalu mendirikan Royal Society di Inggris (1662), Academie des Sciences di Perancis (1663) dan Accademia dei Lincei di Roma (1603). 

Usaha-usaha ini memberanikan negara-negara lain untuk mendirikan organisasi ilmiah dan mengumpulkan itu di sebuah pusat kajian ilmu[8]. Lambat laun perkembangan ilmu pengetahuan dengan diantarai oleh perkembangan teknologi menembusi cakrawala Indonesia.  Maka sebetyulnya tanpa teknologi ilmu pengetahuan hanya menjadi mutiara di dasar laut dan harta yang tersembunyi di ladang. Begitupun sebaliknya, tanpa pengetahuan teknologi hanya menjadi rumah tanpa fondasi.

  • Blessing in Disguise: Merunut ke belakang Sejarah Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun