Karena itu, dukungan psikologis dan pendampingan dari keluarga serta tenaga profesional menjadi sangat penting.
Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Aktivis perlindungan anak mengecam keras perbuatan HW dan menuntut aparat hukum untuk memberikan hukuman seberat-beratnya.
"Tidak ada alasan bagi predator seksual, apalagi dengan korban anak. Negara harus hadir dengan hukuman maksimal," ujar salah satu aktivis dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
Di media sosial, warganet juga ramai-ramai mengecam aksi HW. Banyak yang merasa muak karena profesi pelaku sebagai konsultan hukum seolah-olah mencoreng dunia hukum Indonesia.
Kasus predator seks anak bukan hal baru di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, banyak kasus serupa mencuat, dari guru, ustaz, bahkan pejabat publik.
Fenomena ini menunjukkan bahwa predator bisa muncul dari kalangan mana pun. Karena itu, orang tua diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan anak-anak mereka.
Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ratusan kasus pelecehan anak dilaporkan setiap tahunnya, namun diyakini jumlah sebenarnya jauh lebih besar karena banyak korban yang takut melapor.
Mencegah predator seksual anak bukan hanya tugas pemerintah atau polisi, tetapi juga tanggung jawab bersama masyarakat. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Edukasi anak sejak dini tentang pentingnya menjaga tubuh mereka.
- Pengawasan ketat dari orang tua terhadap lingkungan dan pergaulan anak.
- Pelaporan cepat jika ada indikasi pelecehan.
- Sanksi sosial dan hukum yang tegas terhadap pelaku agar memberi efek jera.
Kasus predator anak dengan pelaku HW yang berprofesi sebagai konsultan hukum menjadi pengingat pahit bahwa predator bisa muncul dari mana saja.
Hukum harus ditegakkan dengan tegas, korban harus mendapat pemulihan psikologis, dan masyarakat harus lebih waspada.
Di balik kasus ini, ada pelajaran penting: keadilan tidak boleh tebang pilih, dan perlindungan anak harus menjadi prioritas utama bangsa.