Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asa si Pongo Rindu Rimba yang Raya

18 Januari 2023   10:57 Diperbarui: 18 Januari 2023   11:17 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ujung pena pun bisa menggores luka yang tidak terlihat namun terasa di depan mata. Raung suara menggema merampas belantara. Tidak jarang pongo hilir mudik tanpa arah mencari atau kehilangan arah.

Koar kelakar tangan-tangan tidak terlihat seolah beradu nyali dan beradu domba. Tidak pernah salah, dogma yang selalu sama berujar dan terucap. Koar kelakar itu pun berujung pada nasib pongo dan manusia yang tinggal di sekitar hutan yang sama-sama berujung trusir di rumah sendiri.

Rumah pongo yang dulu tidak seperti yang ada sekarang ini. Pohon, ranting dan dahan yang kokoh semakin sulit dijumpai.

Pakan makanan semakin sulit pongo dapatkan di rimba raya yang tidak bertuan itu. Bagaimana tidak, rimba yang raya semakin sulit dijumpai, semakin sulit pongo semai. Tajuk-tajuk sudah semakin sulit bersaing dengan bangunan gedung, dengan tanaman sejenis tetapi bukan hutan.

Pasrah menyerah para satwa, itu seolah-olah tetapi itu menjadi tanda nyata yang tersaji dari mentari mulai memancar hingga senja menyapa saban hari. Ruang hidup kita (masyarakat lokal) penjaga rimba raya semakin sulit berdaya. Titah tak terbantahkan menjadi bumerang dan buah simalakama.

Bukankah, Pongo dan hutan itu penting?  Nasib sebagian besar makhluk hidup bergantung dan tergantung kepada hutan dan pongo.

Pongo perlu manusia untuk menjaga asa, asa akan semua yang peduli bukan pongah serakah tanpa arah membabi buta, bukan suara deru mesin, tetapi suara sapa yang menyambut harmoni semua secara bersatu bersuara bersuara menyerukan kata peduli dengan aksi nyata. 

Si petani hutan rindu ceria, bahagia, menanam dan menuai panen pakan buah raya agar tak paaceklik yang mencekik, jiwa yang meronta tanpa kata.                    

Kini pongo menanti asa, asa aka nada tangan-tangan mulia yang bisa menuai damai dan harmoni agar boleh kiranya peduli kepada nasib semesta sebagai ciptaan Ilahi agar boleh berlanjut sampai nanti.

Nasib pongo pun kurang lebih sama dengan anak cucu dari kita, ruang hidup menjadi prioritas, hutan yang harmoni saling menyapa, saling menyatu menjadi satu.

Asa Pongo tidak lain rimba yang raya, pakan yang melimpah dan jelajah yang luas, aman terkendali. Satu harap, semoga impian akan rimbunnya hutan, belantara yang raya dengan tindakan nyata serta kepedulian kita semua bisa mengobati dan menjadi penawar sakit penyakit yang diderita pongo serta semua napas makhluk selama ini. Mengingat, semua nafas memiliki hak yang sama untuk hidup yang harmoni di rimba yang raya.

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun