Mohon tunggu...
Pitri Ani
Pitri Ani Mohon Tunggu... Freelancer - Pitriani

Pengen Menulis semua yang ada di pemikiran tanpa ada batasan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Agustus

5 Agustus 2019   08:57 Diperbarui: 5 Agustus 2019   08:57 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Agustus.

Gadis itu memejamkan matanya. Menikmati petikan alunan gitar yang sayup-sayup mendinginkan hati, namun tidak menenangkan.

"Saatnya ku berkata, mungkin yang terkahir kalinya, Sudahlah lepaskan semua.... kuyakin inilah waktunya"

Mungkin nanti lagu dari Peterpen yang tercover cantik oleh Della Firdatia ini menggaung di udara kamar yang sesak seluas 4X4 meter, berbentuk persegi.

Pikiran gadis itu lelah, mencerna dan menganalisa takdir hidupnya. Sulit jika alat analisamu hanya sebatas ilmu statistika saja. Jika pun boleh gadis itu ingin ilmuwan mampu mengembankan Ilmu baru yaitu  alat statistika psikologi. Berharap menemukan hasil yang akurat, dan valid dan sesuai perasaan, sekedar untuk mengobati kegelisahan.

Suara kipas minion yang tidak tersenyum sama sekali menambah rasa putus asa semakin naik level. Putarannya pun berderit-derit lemas, sama seperti gadis tersebut. Hilang daya. Hanya raga menyatu dengan nyawa namun tiada hasrat dan rasa untuk hidup.

Gadis itu salah jika hendak menyalahkan Tuhannya. Sebab, Tuhan tidak salah. Ingin menyalahkan manusia lainnya, sebab manusia tidak salah, tapi ada kemungkinan salah. Ingin menyalahkan diri sendiri, takut berdosa karena tidak bersyukur dan durhaka telah  menghina diri hasil Ciptaan  Tuhan dan Lahiran Ibunda.

Lalu salah siapa. Salahkan Rasa yang bernama sesal.

Dia datang tiba-tiba dan seenaknya, tidak ada pemberitahuan apapun jika ingin datang. Bahkan tak memberi undangan sama sekali. Hinggap dan singgah. Jika belum menemukan yang diharapkan dia tidak akan segan-segan pulang. Hanya menjadi Benalu, membunuh yang dihinggapi.

"Boleh aku Tanya, mengapa kau memilih dia, apa aku kurang bagimu, maaf jika aku kekanak- kanakan, ini yang selalu menjadi pikiran ku".

Ketik gadis itu untuk seorang lelaki bukan teman dekatnya, bukan kekasih, dan bukan pula calon suaminya, hanya lelaki saja.

Sudah ada centang dua di Whatsapp, namun belum berwarna biru, pesan tersebut belum dibaca oleh lelaki nya, salah maksudnya adalah lelaki saja. Gadis itu masih menunggu. Belum ada balasan.

Lelaki itu sebetulnya tidak berpengaruh dalam hidup gadis itu, karena tanpa lelaki tersebut gadis itu tetap bisa hidup ,makan dengan uang saku dari ayahnya. Namun, lelaki itu menjadi hambatan  hidup untuk gadis itu melangkah maju. 

Banyak serpihan kenangan yang retak namun tidak pecah. Hanya menjadi buah pikiran bagaimana menyatukan retakan tersebut agar tidak terlihat setiap malamya.

Hingga pukul 07.00 yang tertanda telah 12 jam pesan tersebut terkirim ke lelaki itu. Namun, belum ada balasan. Gadis itu tidak ingin untuk memberondong pesan-pesan baru, apalagi dengan jurus 10 huruf P yang dikirimkan secara kilat agar pesan cepat dilihat oleh si lelaki. Tidak akan dilakukan, cara yang kuno dan memalukan ,cukup ditunggu saja kapan ada balasan.

Jika yang terjadi adalah sedemikian rupa, hingga lelaki itu tidak membalas pesannya otak negatif gadis itu pun menarik kesimpulan.

"Mungkin pesan ku terarchive olehnya, bukan... bukan... atau pesan ku diabaikan olehnya. Diam sejenak. Sudahlah terserah lelaki itu kapan akan membaca pesanku, aku juga bukan siapanya dia pula".

Dibantinglah handphone nya di atas kasur tidur. Gadis itu kembali menyalakan televisi 21 inch yang ada di ruang santai depan kamarnya, namun pikirannya kabur tidak mengikuti acara televisi, justru mengikuti sinyal-sinyal imajinasi yang tidak karuan frekuensinya.

Kegiatan berimajinasi dan berpikiran negatif ini sering gadis itu lakukan belakangan ini, hingga gadis tersebut merasa pula dampak negatif yang berupa kesehatan turun, semangat hidup turun, terlihat murung, dan akademik pun  menurun. 

Tidak akan ada imajinasi negatif jika  lelaki itu tidak bertindak salah. Salah menurut versiku, namun versi lelaki itu akan tetap benar. Lelaki itu sangat keras kepala.

Setelah tertanda 33 jam lebih beberapa menit, balasan dari lelaki itu datang.

"Maaf baru aku balas, tadi sedang perjalanan, yaaa... aku memilih seseorang yang aku rasa cocok, kenapa kau tiba-tiba tanya itu?".

Jawaban sang lelaki yang layaknya baku hantam bagi gadis itu. Apalah daya manusia, jika manusia satunya telah berkata 'cocok' untunglah tidak diberi tambahan 'is very good'. Menurut oarang dulu maupun orang sekarang kata cocok layaknya tembok cina yang tidak bisa dirobohkan siapapun, kokoh, tinggi , dan kuat. Pas atau serasi.  

Tak dibalasnya pesan itu, hanya dibacanya. Dimatikanlah Handphone nya lalu gadis itu tinggalkan. Gadis itu berjalan menyusuri jalanan kota, hanya berjalan, tanpa arah dan tujuan. Bukan sedih dan putus asa,  namun gadis itu mencoba mencerna pesan tuhan melalui balasan lelaki itu.

"Jika lelaki itu dapat menemukan yang cocok untuknya, tentu aku bisa menemukan kecocokanku".

Pekik dalam hatinya. Tuhan telah berbisik kepadanya, jangan menaruh harapan 'yang lebih' kepada manusia, jangan mencinta  'yang lebih' kepada manusia ,  dan jangan pula membenci 'yang lebih' kepada manusia. 

Manusia sudah memiliki hasrat dan nafsu berlebihan jadi berilah 'yang sedang saja', taruhlah harapan, cinta, dan benci dengan level 'yang sedang saja' nantinya penyesalan akan 'sedang saja' tidak akan sedalam ini. Sambutlah Agustus, Tuhan yakin ada Hadiah di balik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun