Pelaku daur ulang dibebaskan PPN dan Cukai plastik; Bank Sampah terus digalakkan; transparansi insentif pengelolaan sampah, jangan cuma berhenti di kantong oknum atau mengalir pada program kelebihan pembayaran dan pemborosan anggaran, seolah-olah untuk pengelolaan sampah atau program-program yang dibuat untuk pelestarian lingkungan dengan berbagai kegiatan "menghabiskan anggaran".
Tidak perlu menawarkan kampanye alternatif, misalnya sedotan dari stainless steel dan bambu, dari sisi ekonomis ternyata lebih mahal dan agar tidak kena debu/kotor, sedotannya dibungkus kain atau plastik. Yah...sama saja bohong, gimana dong?
Guna meningkatkan epedulian terhadap lingkungan, tularkan kebiasaan menyimpan sampah pada tempatnya, menyisihkan, memilah dan mengumpulkan sampah plastik. Â
Cari dan temukan sampah plastik di sekitarmu untuk kemudian dilakukan proses reuse, reduce, recycle (daur ulang). Langkah ini mudah namun untuk prakteknya sendiri memang tidaklah mudah. Coba saja para Eselon II memberi contoh mulung menyisiri selokan memunguti sampah terutama sampah plastik di sekitar rumahnya. Jawabannya pasti ogah, jaga gengsi (jaim), jijik, bauk, malu dan lain-lain.
Kalau begini caranya urusan sampah tidak akan selesai, hanya berkutat pada aturan-aturan, memprioritaskan anggaran pembelian barang dan perjalanan dinas. Implementasi di lapangan belum tuntas.
Masalah sampah ini kita kembalikan saja pada individunya masing-masing sajalah, tidak usah berkilah mencari kebenaran. Mulai dari diri sendiri. Mari sadari bersama dan mulailah dari rumah. Sebagaimana disebutkan "kebersihan sebagian dari iman."
Rubahlah gaya hidupmu sendiri sebelum Anda merubah gaya hidup orang lain. Jangan mengotori, kalau tidak mau membersihkan, gampang kan? Gitu aja repot.