Pemerintah pusat tidak perlu memberikan insentif kepada pemerintah daerah (Pemda) yang menerbitkan Perda larangan produk plastik.
Penanganan sampah plastik dapat diatasi dengan baik, melalui pemaksimalan daur ulang di tingkat daerah. Persoalan sampah plastik yang terjadi saat ini karena belum terbangunnya perilaku menyisihkan dan pemilahan sampah organik dan non organik di masyarakat.
Perilaku menyisihkan, memilah dan mengumpulkan sampah plastik masih dianggap tabu oleh masyarakat, adanya bank-bank sampah di tingkat RW atau kelurahan belum banyak membantu.
Hal ini dilihat dengan masih banyak ditemui timbulan sampah plastik di beberapa titik lokasi, cobalah Anda tengok drainase atau got-got di dekat rumah Anda, sudah pasti didominasi sampah plastik sisa makanan atau minum manusia, jadi dapat dikatakan masyarakat sendirilah yang menyebabkan meningkatnya timbulan sampah tersebut.
Â
Sepatutnya pemerintah pusat maupun daerah dapat memulai sosialisasi daur ulang plastik ini dari tingkat RT/RW karena potensi penyebar sampah terbanyak dari masyarakat bawah, termasuk pemilik kendaraan yang membuang  sampahnya di jalan raya. Etika pemilik kendaraan tersebut tentunya perlu dipertanyakan mengenai kepeduliannya terhadap sampah dan lingkungan.
Â
Justru saya salut akan keberadaan pemulung, pemungut sampah, pengantar sampah dan  seluruh pekerja kebersihan/pengelola sampah, meski upah insentifnya boleh dikatakan jauh dari kesejahteraan. Namun etika dan pendidikan akan kebersihan lingkungan jangan dipandang sebelah mata. Â
Mereka tidak perlu seminar soal sampah di hotel mewah. Atau memaparkan teori-teori njlimet, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri, lalu tanda tangan daftar hadir dan dapat honor, itu semua mustahil sampai ke tingkat tapak. Masyarakat itu difasilitasi dengan kemudahan membuang sampah dan seharusnya digratiskan, tidak mungkin sampah dibuang sembarangan atau di simpan di rumah warga.