Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Seperti Apa "Nikmatnya" Ritual Mudik di Hari Raya

11 Juni 2018   09:06 Diperbarui: 11 Juni 2018   09:21 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti Apa "Nikmatnya" Ritual Mudik di Hari Raya?

Tradisi mudik lebaran merupakan ritual wajib bagi umat Muslim yang hidup di tanah rantau baik didalam maupun luar negeri, untuk bersilaturahim dengan orang tua dan keluarga.

Akan tetapi tidak semua perantau bisa merasakan "nikmatnya" desak-desakan sesama pemudik, selain mahalnya biaya transportasi faktor, kemacetan lalu lintas hingga kecelakaan lalu lintas dan kesehatan menjadi kendala bagi pemudik.

Seperti yang saya rasakan selama ini, apabila terlalu padat penumpang bercampur aroma asap rokok seketika pusing kepala dan jantung seakan berhenti berdetak. Bagi orang lain mungkin bukan suatu kendala berarti, pendapat saya lain?

Tak kalah penting adalah jauhnya jarak tempuh, tidak sebanding dengan waktu cuti, hal ini menjadi kendala sebagai Aparatur Sipil Negara. Berbagai sindiran negatif tertuju kepada ASN yang terlambat masuk kerja usai liburan, padahal tak semudah membalik tangan.

Selama kemacetan lalu lintas atau terjadi delay jadwal penerbangan membuat perjalanan pemudik terganggu sehingga telat sampai tujuan untuk kembali masuk kerja.

Dua puluh tiga tahun diperantauan saya tidak merasakan ritual mudik saat Hari Raya Iedul Fitri tiba. Alasannya, karena selain sudah berumah tangga dengan 4 orang anak. Saya lebih memilih mengorbankan perasaan kepada orang tua yang jauh ditanah seberang. Dan menelpon meminta maaf kepada kedua orang tua.

Memang, sangat terlihat perbedaannya jika kita mudik tanpa momen tertentu, seperti saat Iedul Fitri yang Mubarak. Tujuan utama mudik lebaran adalah ingin bersalam-salaman dengan kedua orang tua sebelum mereka dipanggil Allah SWT, menyentuh dan mendengarkan wejangan atau nasehat apa saja yang hendak disampaikan kepada anak, anak mantu serta cucu dan cicitnya. Itu tidaklah mudah melakoninya.

Senang rasanya jika bisa menikmati tradisi mudik lebaran, bukan hanya bertatap langsung kepada orang tua yang kulitnya mulai keriput, berkumpul keluarga besar dan bersilaturahim ke rumah sanak saudara di kampung halaman, momen ini dimanfaatkan "mudikers" atau para pencari uang diperantauan untuk mudik saling memaafkan.

Lalu bagaimana jika niat pulang kampung gagal karena suatu sebab?

Jarak yang jauh sering menjadi kendala tatkala ingin mudik saat lebaran, apalagi memerlukan ongkos yang tidak sedikit. Mulai tahun 1996 merantau ke Makassar hingga tahun 2018 ini, tak sekalipun menikmati lelahnya berpacu dengan pemudik lainnya di hari raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun