Mohon tunggu...
Pipit Indah Oktavia
Pipit Indah Oktavia Mohon Tunggu... Fresh Graduate dari Fakultas Hukum Universitas Jember

Menulis bukan karena tahu segalanya, tapi karena ingin belajar lebih banyak. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Jember yang percaya bahwa perspektif bisa tumbuh dari cerita sederhana. Di Kompasiana, saya ingin berbagi, bukan menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Kita Lebih Sopan ke Orang Asing daripada ke Keluarga Sendiri?

15 Juni 2025   23:25 Diperbarui: 16 Juni 2025   13:59 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Pipit Indah Oktavia

Di hadapan rekan kerja, tetangga, atau orang asing, kita bisa tampil ramah, murah senyum, dan penuh tata krama. Namun, ironisnya, saat berada di rumah sendiri - tempat yang seharusnya menjadi ruang ternyaman - sikap kita bisa berubah drastis: mudah marah, bicara ketus, bahkan tak segan berteriak kepada orang-orang yang kita cintai.

Pertanyaannya: mengapa kita justru cenderung lebih sopan kepada orang asing dibanding keluarga sendiri?

1. Fenomena Umum, Tapi Tak Normal

Sikap ini bukanlah hal langka. Banyak orang tanpa sadar memperlakukan orang asing dengan lebih lembut, sementara kepada keluarga, khususnya orang tua atau saudara kandung, justru bersikap kasar atau tidak peduli. Menurut psikolog klinis Guy Winch dalam artikelnya di Psychology Today, perilaku ini sering kali berakar dari keintiman relasi dan perasaan aman berlebihan. Dalam keluarga, kita merasa terlalu nyaman sehingga tidak merasa perlu menjaga sikap.

2. Efek "Zona Aman" dan Konsep Emotional Dumping

Dalam hubungan yang dekat secara emosional, seperti keluarga, kita cenderung merasa aman untuk mengekspresikan segala emosi, baik positif maupun negatif. Ini disebut dengan konsep emotional dumping - yakni kecenderungan untuk meluapkan beban emosional kepada orang - orang terdekat karena merasa mereka akan tetap menerima kita, apapun kondisinya.

Namun, ini juga menjadi bumerang: sikap tak terkendali bisa melukai orang yang justru paling peduli pada kita.

"Kita lebih menjaga diri saat bersama orang asing karena kita peduli bagaimana mereka menilai kita. Tapi kita lupa, keluarga juga manusia yang bisa tersakiti."

3. Norma Sosial dan Tekanan Sosial

Di luar rumah, kita hidup dalam masyarakat yang sarat norma dan ekspektasi. Ada tekanan untuk tampil baik, sopan, dan berperilaku sesuai aturan. Hal ini memaksa kita untuk menahan diri, berpikir dua kali sebelum berkata atau bertindak.

Sebaliknya, di rumah tidak ada "penilaian sosial" eksternal. Akibatnya, kontrol diri menjadi longgar.

Bukti Psikologis: Penelitian oleh Gervais & Norenzayan (2012) dalam Social Psychological and Personality Science menyatakan bahwa kesadaran akan pengawasan sosial meningkatkan kepatuhan terhadap norma dan mendorong perilaku prososial.

4. Keluarga, Tempat Latihan Emosi atau Pelampiasan Emosi?

Hubungan keluarga seharusnya menjadi tempat berlatih empati, kesabaran, dan kasih sayang. Namun dalam praktiknya, sering kali justru menjadi tempat pelampiasan frustrasi akibat tekanan hidup. Ini terjadi karena minimnya kesadaran emosional (emotional awareness) dan lemahnya komunikasi asertif dalam keluarga.

Sayangnya, kita lupa bahwa kerusakan relasi yang paling dalam justru terjadi dalam lingkungan keluarga yang tidak sehat secara emosional.

5. Kebiasaan yang Tidak Disadari

Banyak perilaku kasar dalam keluarga dimulai dari hal kecil: menyela saat bicara, bicara ketus, tidak mendengarkan, atau tidak mengucapkan terima kasih. Lama kelamaan, itu menjadi kebiasaan yang dianggap normal.

Studi dari University of California, Berkeley (2014) menunjukkan bahwa kebiasaan kecil yang tidak sopan dalam rumah tangga bisa menurunkan kualitas hubungan secara signifikan, terutama jika dibiarkan terus-menerus.

6. Gagasan Segar: Mempraktikkan Kesopanan di Rumah

Jika kita bisa bersikap sopan kepada orang asing - yang mungkin hanya hadir dalam hidup kita sesekali - mengapa tidak bisa kepada keluarga yang membersamai setiap hari?

Beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan:

Ucapkan tolong, maaf, dan terima kasih di rumah

Dengarkan anggota keluarga saat mereka berbicara

Kendalikan emosi sebelum meluapkan kemarahan

Hargai ruang dan pendapat mereka, seperti kita menghargai orang luar

Luangkan waktu untuk berterima kasih secara tulus atas hal-hal kecil

Sopan santun bukanlah kostum yang hanya kita kenakan saat keluar rumah. Ia adalah cerminan nilai dan rasa hormat, yang seharusnya paling tulus kita berikan kepada mereka yang paling mencintai kita - keluarga.

Karena pada akhirnya, bukan orang asing yang akan merawat kita saat tua, tapi keluarga yang kita perlakukan hari ini.

referensi:

Winch, G. (2016). Why We're Nicer to Strangers Than Our Own Families. Psychology Today.

Gervais, W. M., & Norenzayan, A. (2012). Like a camera in the sky: Moral behavior as a function of the presence of surveillance cues. Social Psychological and Personality Science, 3(5), 525--530.

UC Berkeley Greater Good Science Center. (2014). Why Gratitude Is Good for Your Health and Relationships.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun