Tidak semua orang memiliki akses ke perangkat VR/AR canggih dan jaringan internet stabil. Ini bisa memperlebar jurang digital antara kaya dan miskin.
2. Privasi dan Keamanan Data
Semakin dalam interaksi digital, semakin besar risiko penyalahgunaan data pribadi. Meta bahkan pernah dikritik karena kebocoran data pengguna.
3. Kesehatan Mental dan Disosiasi Realitas
Ketika orang lebih nyaman di dunia virtual daripada dunia nyata, potensi gangguan mental seperti depresi, isolasi, hingga delusi bisa meningkat. Studi dari Stanford University (Bailenson, 2021) menunjukkan bahwa sesi VR yang terlalu lama dapat memengaruhi persepsi ruang dan waktu di dunia nyata.
4. Kehilangan Nilai-Nilai Kemanusiaan
Keintiman, empati, dan kebermaknaan seringkali muncul dari sentuhan langsung dan pengalaman hidup nyata. Apakah interaksi antar-avatar dapat menggantikannya?
Metaverse adalah Masa Depan yang Perlu Dikawal
Metaverse bukanlah akhir dari dunia nyata, melainkan babak baru yang menantang. Ia bisa menjadi ruang tumbuh dan eksplorasi yang luar biasa - asal digunakan secara etis, inklusif, dan berkesadaran. Dunia virtual seharusnya memperkaya realitas, bukan menggantikannya.
Yang perlu kita pertanyakan bukan hanya "Apa yang bisa dilakukan di metaverse?", tapi juga "Apa yang seharusnya tidak dilakukan?"
Metaverse adalah cerminan dari keinginan manusia untuk menembus batas. Namun seperti halnya teknologi lain, semuanya tergantung pada cara kita menggunakannya. Ketika dunia nyata terasa sempit, bukan berarti kita harus sepenuhnya kabur ke dunia virtual. Mungkin jawabannya ada di tengah - menjaga keseimbangan antara kehidupan digital dan kehidupan nyata, antara teknologi dan nilai kemanusiaan.