Mohon tunggu...
Pipit Indah Oktavia
Pipit Indah Oktavia Mohon Tunggu... Fresh Graduate dari Fakultas Hukum Universitas Jember

Menulis bukan karena tahu segalanya, tapi karena ingin belajar lebih banyak. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Jember yang percaya bahwa perspektif bisa tumbuh dari cerita sederhana. Di Kompasiana, saya ingin berbagi, bukan menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Metaverse

Ketika Dunia Nyata Tak Lagi Cukup, Apakah Metaverse Jawabannya?

15 Juni 2025   22:17 Diperbarui: 15 Juni 2025   22:17 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak semua orang memiliki akses ke perangkat VR/AR canggih dan jaringan internet stabil. Ini bisa memperlebar jurang digital antara kaya dan miskin.

2. Privasi dan Keamanan Data

Semakin dalam interaksi digital, semakin besar risiko penyalahgunaan data pribadi. Meta bahkan pernah dikritik karena kebocoran data pengguna.

3. Kesehatan Mental dan Disosiasi Realitas

Ketika orang lebih nyaman di dunia virtual daripada dunia nyata, potensi gangguan mental seperti depresi, isolasi, hingga delusi bisa meningkat. Studi dari Stanford University (Bailenson, 2021) menunjukkan bahwa sesi VR yang terlalu lama dapat memengaruhi persepsi ruang dan waktu di dunia nyata.

4. Kehilangan Nilai-Nilai Kemanusiaan

Keintiman, empati, dan kebermaknaan seringkali muncul dari sentuhan langsung dan pengalaman hidup nyata. Apakah interaksi antar-avatar dapat menggantikannya?

Metaverse adalah Masa Depan yang Perlu Dikawal

Metaverse bukanlah akhir dari dunia nyata, melainkan babak baru yang menantang. Ia bisa menjadi ruang tumbuh dan eksplorasi yang luar biasa - asal digunakan secara etis, inklusif, dan berkesadaran. Dunia virtual seharusnya memperkaya realitas, bukan menggantikannya.

Yang perlu kita pertanyakan bukan hanya "Apa yang bisa dilakukan di metaverse?", tapi juga "Apa yang seharusnya tidak dilakukan?"

Metaverse adalah cerminan dari keinginan manusia untuk menembus batas. Namun seperti halnya teknologi lain, semuanya tergantung pada cara kita menggunakannya. Ketika dunia nyata terasa sempit, bukan berarti kita harus sepenuhnya kabur ke dunia virtual. Mungkin jawabannya ada di tengah - menjaga keseimbangan antara kehidupan digital dan kehidupan nyata, antara teknologi dan nilai kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun