Mohon tunggu...
Viator Henry Pio
Viator Henry Pio Mohon Tunggu... Freelancer - Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anggriella dalam Tatap Kepedihan

25 Januari 2022   20:49 Diperbarui: 28 Januari 2022   11:40 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang lelaki yang  menerawang kala fajar tentang kepastian, tapi ternyata itu adalah utopis (foto MemoriaUtopis/IG)

Anggriella, wajah pantai yang indah telah dilumuri tragedi atas peristiwa kemarin yang kini diwakili oleh kalimat-kalimat itu. Kata-katamu telah mencabik-cabik angan-angan yang ditaburkan untuk suatu keakraban.

Padahal kita telah sampai disini untuk membuktikan bahwa cinta benar-benar tumbuh subur dalam dirimu dan juga diriku. Cinta telah bergerak maju dan akan terus maju karena ada kemampuan dalam diri kita untuk mencinta.

Apakah engkau menyesal sudah berjalan sejauh ini? Mungkin itu ekspresi penyeslanmu. Anggriella itu semua adalah perjuanganku mengarung masuk dalam samudra hatimu ibarat seperti aku berkelana di laut lepas.

Di sana aku menulis kisah pada lembaran ombak dan berharap bisa dibaca ketika pecah diujung karang. Aku pun digiring ketepian bersama ombak. Dan ketika deru ombak sampai ditelaga hatimu dan cinta tidak menyambutnya.

Bahkan aku tidak diijinkan bersandar didermaga hati. Aku terlihat asing dipalung dermaga indak kepunyaanku. Mengapa deru rasa terdengar seperti tak bertuan? Dimana engkau dan cintamu?

Anggriella, ingatkah engkau tentang peristiwa di bukit yang membuat kita harus menguras kepala untuk mencari alasan dibalik ketentraman kabut awan itu. Aku berharap pendakian ini berbuah manis senada dengan anganku.

Aku mengira kisah yang terlepas dipantai akan utuh disini. Aku mengira cinta sedang bersembunyi dibalik kabut itu. Namun ketika aku sampai cinta tidak membiarkan aku untuk berkemah. Aku hanya pendatang yang tak ada tempat untuk berdiam. Dan kesadaran itu terungkap jelas dalam kata-katamu....

Willy, Aku tidak ingin mengucap apapun. Aku butuh ketenangan agar bisa meredam kekacauan pikiran ini. Aku merindukan sosok yang dulu yang ditemukan dalam diri Willy. Willy yang pemalu tapi bukan takut. 

Willy yang humoris, penuh canda dan Willy yang menghadirkan kebajikan sebagai teladan. Willy yang mempesona dalam kehangatan walau terukur waktu yang begitu sempit tuk bertatap muka sehingga kata tak terucap habis.

Mengapa semuanya berubah-berbeda, Will? Apakah perjumpaan kita ini telah menghapus keceriaan dan membalikannya dengan keseriusan, ketegangan, kekakuan? Bersembunyi dimanakah kepantasan kata-tindak yang harus aku tekuni sebagai didikan? Aku bukanlah orang baik. 

Aku butuh orang lain sebagai contoh yang mampu aku untuk menjernihkan semua pikiran yang tidak baik sekaligus menghadirkan suatu tatapan positif yang layak aku pandangi dalam menatap hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun