Mohon tunggu...
BaBe
BaBe Mohon Tunggu... Supir - Saya masih belajar dengan cara membaca dan menulis.

Banyak hal menggelitik di dunia ini yang pantas dikupas!

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

LRT di Palembang, Pesimis atau Optimis?

2 Februari 2019   08:35 Diperbarui: 2 Februari 2019   08:42 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi selalu optimis dalam bekerja dan membangun negeri ini. Sikap inilah yang harus dicontoh dalam menyikapi kehadiran LRT di Palembang. Masyarakat harus ikut mensukseskan keberadaan LRT ini. (foto: Istimewa)

Negeri ini pernah dalam posisi jauh tertinggal dengan negara lain, terutama dalam hal pemerataan pembangunan. Tentu ini menjadikan banyak ketimpangan, kesenjangan dalam pembangunan menjadikan masyarakat merasa ada pilih kasih pemerintah dalam melakukan pembangunan.

Opini tersebut pelan tapi pasti mulai dikikis dengan bukti nyata yang diwujudkan lewat pembangunan yang merata di seluruh Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Hal yang harus dilakukan sejak puluhan tahun lalu baru dilaksanakan secara merata di Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.

Adaptasi masyarakat dalam menyikapi pembangunan pun bermacam-macam, ada yang menyambut riang gembira, ada yang biasa-biasa saja. Semua tergantung dimana mereka tinggal, dan aktivitas apa yang bisa mereka dapatkan dari pembangunan yang dilaksanakan.

Bagi para petani, pembangunan bendungan/waduk/dam yang dilakukan dimana-mana akan berimbas positif pada ketersediaan air untuk irigasi. Tetapi bagi para pedagang mungkin tidak merasakan secara langsung manfaat dari pembangunan bendungan/waduk/dam tersebut. 

Seperti halnya keberadaan Kapal Tol Laut yang telah menjadi moda angkutan barang antar pulau di negeri ini. Manfaat Tol Laut dirasakan benar untuk masyarakat di daerah-daerah yang membutuhkan moda transportasi regular untuk membawa bawang-barang kebutuhan mereka.

Di Jawa dan Sumatera saat ini secara jelas kita bisa melihat pembangunan Jalan Tol sepanjang ribuan kilometer. Sebuah infrastruktur yang seharusnya dibangun sejak abad 20, tetapi baru dilakukan di era pemerintahan sekarang. Bila kita melihat jalan Tol di Jawa, tentu ada perbedaan suasana. 

Jalan Tol yang identik dengan lancar pun bisa kita lihat ada kemacetan untuk ruas yang letaknya di Ibu kota, dan ruas Tol yang lenggang untuk wilayah bukan di Ibukota.  Tentu ini bagian dari proses yang memang harus terjadi. Waktu sudah bercerita bahwa dulu jalan Tol di Jakarta saat habis dibangun juga sepi. Lambat laun mulai ramai dan padat. Demikian juga nantinya jalan-jalan di di daerah lain.

Dalam membangun ada dua bentuk yang kita temui, yang pertama adalah membangun karena merupakan sebuah kebutuhan yang harus dilakukan, sebagai contoh adalah pembangunan jalur busway di Jakarta di awal tahun 2000an. 

Pembangunan saat itu dilakukan karena masyarakat DKI Jakarta membutuhkan moda transportasi yang bisa mengurangi kemacetan di Ibu kota. Jadi mau tidak mau pembangunan harus dilakukan. 

Ini seperti halnya pelebaran bandara di kota-kota besar, karena kebutuhan masyarakat semakin tinggi, lalu lintas udara semakin padat, dan pelayanan harus ditingkatkan, maka banyak bandara di negeri ini yang kena proses pembangunan / perbaikan runway dan fasilitas penumpang lainnya.

Bentuk pembangunan yang kedua adalah membangun dengan tujuan untuk merintis. Kita bisa menemui ratusan bandara dan pelabuhan perintis yang dibangun di era pemerintahan Joko Widodo -- Jusuf Kalla. Termasuk juga pembangunan LRT di Palembang juga masuk kategori perintis. TOL Laut juga masuk kategori perintis. Hal ini dilakukan tentu sesuai Nawacita yang dicanangkan oleh pemerintah, bahwa pemerataan pembangunan harus dilakukan.

Beberapa bulan lalu saya sempat menikmati mulusnya Bandara Naha di Kepulauan Sangihe, dekat dengan Filipina, bandara yang cukup mulus dengan fasilitas lengkap tersebut hanya terdapat satu penerbangan setiap hari. Beberapa tahun lalu bandara ini hanya didarati pesawat dua hari sekali. 

Ini masuk kategori bandara perintis, dimana kita bisa melihat ada pesawat di landasan hanya di pukul delapan pagi, itupun pesawat hanya akan terlihat sekitar 10-20 menit, saat landing dan keluar masuk penumpang lalu terbang lagi. 

Jangan ditanya apakah bandara tersebut untung atau rugi, kita jangan melihat dari sudut itu. Karena bila masyarakat memanfaatkan keberadaan transportasi pesawat terbang dengan baik, maka nantinya akan semakin banyak penggunanya, sehingga bandara akan mulai ramai.

Melihat berita akhir-akhir ini yang sengaja disoroti banyak media dan politikus, yaitu soal LRT di Palembang yang mendapatkan subsidi untuk operasional, saya lihat hal ini adalah hal yang wajar. Kita tidak boleh lupa bahwa banyak sekali institusi yang mendapatkan subsidi untuk bisa berlangsung operasionalnya. 

Lihat saja beberapa BUMN yang mendapatkan Subsid agar masyarakat bisa menikmatinya. PLN sampai saat ini masih mendapatkan subsidi triliunan dari pemerintah, demikian juga dengan Pertamina untuk subsidi BBM, atau Garuda Indonesia. BPJS pun pemerintah mensubsidi.

LRT di Palembang adalah moda transportasi yang dirintis agar masyarakat Kota Palembang lebih mempunyai ketepatan waktu dalam bepergian. Bersyukur Palembang lebih dahulu punya LRT, sedangkan DKI Jakarta yang memulai proyek LRT sejak awal tahun 2000an pun masih kita lihat bekas-bekas tiang untuk LRT yang tidak diteruskan sampai sekarang karena banyak persoalan yang mengambatnya.

Bagi saya, keberadaan LRT di Palembang adalah sebuah prestasi yang harus di syukuri. DPRD dan masyarakat harus saling mendukung dan menggiatkan agar semakin banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas ini. LRT ini adalah kereta perintis, yang saya yakin kedepannya akan menjadi moda transportasi unggulan bagi masyarakat Palembang.

Saya masih ingat sekitar 10 tahun lalu saat mulai memakai Go-Jek yang dalam memesan pun harus membuka website, lalu akan ada harga tercantum, lalu abang ojeknya telepon untuk memastikan, dan pesanan di antar. Masih sangat sepi dan jarang orang tahu akan Go-Jek. 

Tetapi beda dengan saat ini, sudah berapa juta orang berprofesi menjadi pengemudi Go-Jek. Di Jakarta saja tercatat sekitar 1 juta yang ikutan menjadi abang Go-jek. Semua butuh proses. Bila dulunya pemilik Go-jek merugi, saat inilah pemilik Go-Jek panen.

Saya berharap dengan manajemen yang baik dari PT KAI lewat anak perusahaannya KCI, LRT di Palembang akan menjadi moda transportasi andalan di masa depan. Bila saat ini banyak yang melihat dengan pesimis, mari semua masyarakat Palembang lebih optimis, agar semua bisa tersenyum manis!

Jakarta, 2 Februari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun