Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Likuifaksi

5 Oktober 2018   22:11 Diperbarui: 5 Oktober 2018   22:42 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari https://www.outdoorphotographyguide.com

Di ujung senja, gempa tujuh skala richter telah menggetarkan sanubari, meluluhlantakan kewarasan dan menggoncang kemanusiaan. Rumah-rumah yang dibangun oleh mimpi dan keringat porak poranda setelah nelangsa. Lalu burung camar terakhir tinggalkan tepian yang bias karena sekatnya dihapus gelombang.

Kita pun menjerit di dalam kepompong belasungkawa dan menghirup sepuasnya aroma tragedi sampai tidak ada lagi yang tersisa untuk air mata.

Tapi jangan hati sedingin tanah dan seputus asa bebatuan di dalamnya. Hempaskan energi duka jadi tarikan dan dorongan lempeng nurani. Tanah kaku pun jadi pembawa asa seperti arus muara yang menyibak apa saja yang menghalangi eksistensinya.

Selalu ada jawaban dari setiap misteri peristiwa, seperti cahaya yang menyeruak dari gelapnya subuh dan ikhtiar yang muncul dari dalamnya doa.

Kita boleh kecewa karena rencana tinggal rencana dan orang-orang tercinta telah menjadi gurat aksara masa lalu.

Tapi jangan hati sedingin tanah dan seputus asa bebatuan di dalamnya.

---

kota daeng, 5 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun