Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Memberi Jiwa pada Pelangi

10 April 2018   17:32 Diperbarui: 10 April 2018   17:36 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jantung kedua sejoli berdebar-debar karena sesuatu yang ditunggu telah menunjukan rupanya. Jauh di depan sana, di antara barisan pencakar langit, dua kaki busur raksasa mulai terbentuk. Lalu seluruh tubuh busur aneka warna itu tersingkap di bawah langit. Indah nian.

Mata Pengrajin Cerpen dan Pelantun Puisi nyaris tak berkedip menikmati pemandangan itu.

"Lihat... begitu agung karya Sang Maestro," bisik Pengrajin Cerpen.

Pelantun Puisi mengangguk pelan sekali, tak mau kehilangan momentum sedikit pun.

Saturasi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu yang membentuk lengkungan busur raksasa itu semakin kuat.

"Lihat keindahannya... kita tidak perlu lagi memberinya jiwa," bisik Pengrajin Cerpen lagi.

Pelantun Puisi mengangguk kembali.

Gerimis telah benar-benar beranjak. Gulali raksasa sudah berarak menjauh. Seiring kepergiannya, matahari juga mulai menuruni puncak singgasananya. Senja datang dari balik punggung kedua sejoli.

"...tapi," ucap Pelantun Puisi tertahan. "Lihat, pelangi mulai kehilangan keindahannya."

Pengrajin Cerpen membenarkan. Ada bias-bias tak percaya dari sorot matanya. Perlahan-lahan busur raksasa di bawah langit menghilang. Warna-warni keindahannya pun memudar.

"Kamu benar, Sayang. Kita-lah yang harus memberinya jiwa," Pengrajin Cerpen mendekap takut pada tangan kanan Pelantun Puisi, seolah sebentar lagi akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun