Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Banyak yang Tidak Tepat dari Kritik Sherly Annavita terhadap Jokowi

24 Agustus 2019   11:05 Diperbarui: 26 Agustus 2019   14:57 28291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sherly Annavita yang tiba-tiba tenar setelah mengkritik Presiden Jokowi. Sumber foto: Instagram Sherly Annavita

Cacat Logika : Strawman Argument 

Dalam sebuah "argumen orang-orangan sawah" (strawman argument), subjek menyerang pendirian yang sebenarnya tidak dianut lawan. Alih-alih menyerang pendirian lawan yang sesungguhnya, subjek menyerang pendapat yang lebih mudah ditaklukkan, meskipun bukan itu yang diyakini lawan.

Presiden tidak menempatkan syarat Ibu kota baru sebagai dasar pemindahan Ibu kota. Dasar dulu, syarat kemudian.

Klaim #2 : Presiden terfokus pada masalah Ibu kota, sehingga utang tidak berdampak positif

Logika pernyataan Sherly tersebut tidak dapat dipisahkan dari alasan serupa yang disampaikannya dalam sebuah unggahan video di akun Twitternya (30/4). 

Di situ ia berargumen: "Daripada pak Jokowi terfokus mau memindahkan Ibu kota yang estimasi biayanya mencapai Rp.466 triliun, maka akan jauh lebih baik, beliau fokus membuktikan bahwa ketika pemerintahannya berutang tiga kali lipat dibandingkan era pak Soeharto, dan lebih besar dari sepuluh tahun era pak SBY, itu akan berefek lebih besar pada minimnya pengangguran dan meningkatnya kesejahteraan rakyat, bukan malah menambah utang negara."

Menurut Sherly, Presiden (melulu) fokus mau memindahkan Ibu kota, padahal utang yang sudah ditambah beliau tidak memberikan dampak yang signifikan bagi rakyat. Alias, utang tidak menghasilkan kesejahteraan rakyat.

Fakta A : Presiden tidak melulu fokus memindahkan Ibu kota 

Rencana pemindahan Ibu kota tentu saja bukan satu-satunya masalah penting yang dipikirkan Presiden. Jika itu satu-satunya masalah, maka ia harus diselesaikan amat segera. Kenyataannya, berulangkali telah disampaikan bahwa proses pemindahan diadakan bertahap, dengan target selesai maksimal tahun 2024. (Baca di sini.)

Fakta B : Pemerintahan Jokowi memang menambah utang lebih dari tiga kali lipat Soeharto, tetapi rasio utang menurun

Dalam periode 25 tahun memimpin, jumlah utang pemerintah Soeharto di kisaran Rp 551,4 triliun dengan rasio 57,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam periode pertama pemerintahan Jokowi, jumlah utang pemerintah mengalami penambahan Rp 1.809,6 triliun, dengan rasio total utang 29,98% terhadap PDB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun