Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Hanya Butuh Satu Hari Sial untuk Menghidupkan Joker

14 Agustus 2019   15:45 Diperbarui: 18 Agustus 2019   14:20 1862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joaquin Phoenix sebagai Joker| Sumber: IMDB/Warner Bros Pictures

"I used to think my life was a tragedy, but now I realize, it's a comedy."

Itulah secuplik perkataan Joker dalam trailer yang dirilis baru-baru ini. Diharapkan tagline itu akan menjadi trending-topic di media sosial seiring rilis film tersebut pada bulan Oktober tahun ini.

Trailer berdurasi 2,5 menit tersebut secara sekilas menggambarkan bagaimana kekejaman masyarakat Gotham mengubah seorang badut ceking menjadi seorang Joker yang gila.

Todd Phillips, sutradara seri Hangover, didapuk untuk mengarahkan film beranggaran US$ 55 juta tersebut. Joker, sang tokoh utama, diperankan oleh Joaquin Phoenix yang lebih dulu dikenal sebagai Commodus dalam film Gladiator. 

Ini tentu beban yang amat berat.

Semua orang tahu, menghidupkan karakter Joker bukanlah pekerjaan mudah. Para movie-mania masih terkesima dengan akting Heath Ledger yang cemerlang sebagai Joker dalam film The Dark Night. Pemeran Joker berikutnya pasti dikomparasi dengan sang almarhum.

Untungnya, masyarakat urban sudah cukup mengenal karakter Joker. Orang-orang tua di kampung memakai gambarnya dalam permainan kartu remi. Generasi 90-an sudah lama membaca komik-komik Batman. Kaum milenial menonton film-filmnya.

Selama Batman hidup, selama itu pula Joker, musuh abadinya, ada. Dikotomi ini sudah berkembang sejak Joker pertama kali muncul dalam komik Batman pada tahun 1940.

Namun, di situlah masalahnya.

Joker yang Asli, Silakan Berdiri
Sementara kita cukup familiar dengan sejarah Bruce Wayne alias Batman, hanya sedikit yang kita tahu tentang Joker. Informasi tentang latar belakangnya samar-samar dan bervariasi. Kita tidak lebih bingung daripada polisi yang melucuti berbagai belati dari balik pakaiannya.

Kita bahkan tidak tahu nama aslinya.

Dalam film Batman (1989) yang disutradaraikan oleh Tim Burton, dikenal seorang begal bernama Jack Napier yang bertransformasi menjadi Joker. Sedangkan, dalam seri komik Batman: Legends of the Dark Knight (1993), ia bernama Melvin Reipan. "Reipan" merupakan ejaan terbalik dari Napier. Dalam film yang akan dirilis nanti, ia bernama Arthur Fleck.

Entah Joker tinggal dalam sebuah multiverse (banyak dunia) atau ia mengalami krisis identitas yang parah.

Yang jelas, Bill Finger, Bob Kane, dan Jerry Robinson kerap dianggap sebagai para kreator tokoh Joker. Secara khusus, Finger diyakini terinspirasi dari tokoh Gwynplaine (diperankan oleh Conrad Veidt) dalam sebuah film keluaran tahun 1928 berjudul The Man Who Laughs.

Karakter Gwynplaine yang menjadi inspirasi Joker. Disalin dari: moviemonsters.com
Karakter Gwynplaine yang menjadi inspirasi Joker. Disalin dari: moviemonsters.com

Begitupun, sekali lagi, cerita latar Joker yang pasti tidak pernah disepakati. Kisah yang paling umum diterima dapat dibaca dalam komik Batman: The Killing Joke (1988). Versi inilah yang dipilih untuk diproyeksikan nanti ke layar bioskop.

Satu Hari Sial
Dalam versi ini, Arthur Fleck adalah seorang insinyur yang berhenti kerja untuk mengejar impiannya menjadi komedian. Sayang, karier barunya tidak memberi pengharapan. Ia malah sering diolok-olok. Dalam periode itu, istrinya sedang hamil. Ia membutuhkan banyak biaya.

Desakan finansial mendorong orang ini bergabung dengan komplotan penjahat. Mereka berencana merampok pabrik kimia tempatnya dulu bekerja. Namun, belum lagi rencana itu terealisasi, datanglah kabar yang menyedihkan: istri dan sang jabang bayi mati dalam sebuah kecelakaan.

Karena berduka, Arthur mencoba menarik diri dari komplotannya, tetapi mereka tidak mengizinkan. Terpaksa ia mengikuti kemauan mereka. Sial. Segera setelah membobol target, petugas keamanan memergoki mereka. Dua rekannya tewas ditembak. Beruntung, ia berhasil lolos.

Namun, tidak lama.

Ia berjumpa dengan Batman yang langsung turun tangan begitu mendengar laporan polisi. Ketakutan, sang komedian gagal itu melompat ke sebuah wadah penampungan bahan kimia. Ia lolos dari cengkeraman sang manusia kelelawar.

Dalam kegelapan sunyi, sesosok makhluk baru keluar di ujung pipa pembuangan. Kulitnya putih pucat, bibirnya merah menyala, rambutnya hijau. 

Malam itu, Arthur Fleck telah mati. Sebagai gantinya, lahirlah Joker.

Kesialan demi kesialan dalam sehari dapat memicu perombakan kepribadian besar-besaran pada diri seseorang. Alan Moore, penulis The Killing Joke, merangkumnya dengan sebuah kalimat bernas. 

"All it takes is one bad day to reduce the sanest man alive to lunacy."

Terjemahan bebasnya kira-kira "Hanya butuh satu hari sial untuk mereduksi seorang waras menjadi gila." 

Joker senantiasa beroperasi untuk membuktikan teori itu.

Kejahatan pertamanya adalah menembak Barbara Gordon dan membuatnya lumpuh. Sementara itu, ayahnya, Kompol James Gordon, disiksa secara fisik dan psikis. Tujuannya cuma satu: membuktikan bahwa satu hari penuh kesialan akan mengubah komisaris Gordon menjadi seperti dia.

Lebih dari Sekadar Gila
Meskipun dijuluki penjahat super (super-villain), Joker tidak memiliki kekuatan super apapun. Ia hanya terampil menggunakan belati. Namun, itu semua dikompensasi dengan kecerdasan muslihat dan rekayasa sosial yang super. 

Ia mampu memanipulasi dan menggerakkan massa untuk mengikuti permainan caturnya.

Banyak karakter penting berhasil dipelintirnya. Dalam The Dark Night, Harvey Dent, tumpuan harapan keadilan Gotham, disesatkannya dari jalan kebenaran. Bahkan, Batman terpaksa keluar dari zona integritasnya demi menggunakan aplikasi komputer yang dilarang.

Dalam kaitannya dengan Batman, Joker merupakan antitesisnya. Ia merepresentasikan chaos, yang menghamba kepada satu tujuan utopis: musnahnya seluruh tatanan sosial. Sebaliknya, Batman mewakili order.

Beberapa orang mengkategorikan Joker ke dalam kelompok Marxis, yang menentang Batman yang mewakili kaum elit kapitalis. Pelabelan ini tidak tepat. Ia tidak membela kaum buruh yang menginginkan kesetaraan hak.

Dalam suatu adegan dari film The Dark Knight, Joker membakar semua uang yang ia rampok dari bandar-bandar narkoba besar. Ia menghapuskan segala kepemilikan.

Lebih tepat bila Joker dikategorikan sebagai nihilis.

Ia adalah sang Ubermensch menurut definisi Nietzsche yang menertawakan kematian Tuhan sebagai penjaga order. Tidak heran, kaum anarkis memujanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun