Mohon tunggu...
Petra Teofani
Petra Teofani Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Senja tak pernah menguasai hari, namun ia mengguratkan rindu pada sanubari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen| Ketika Aku Mencintai Api (3)

29 Agustus 2019   10:18 Diperbarui: 7 Februari 2020   07:44 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/welweddings/

"Lalu haruskah kukatakan kau akan mati?"

"Mati," Talia mengulangi kata itu lalu tertawa lemah. "Seperti kucing saja."

"Kau masih memedulikan bahasaku di saat seperti ini?" Aku tersenyum. Itu memang kebiasaan khas Talia, mengoreksi penggunaan bahasa yang salah. Bahkan sampai menjelang ajalnya.

Talia menyandarkan kepala di bahuku. Aku bisa merasakan tulang tengkoraknya yang menonjol di kepalanya yang licin tak berambut. Kemoterapi telah merenggut rambutnya yang dulu halus dan berombak.

"Kamu lelah? Kita masuk saja sekarang."
Akhir-akhir ini ia sering pingsan kalau kelelahan. Gawat kalau ia pingsan di sini. Tidak ada yang bisa dimintai bantuan. Mana kuat aku membopongnya sendirian.

Talia menggeleng lemah.

"Ar... aku belum siap pergi."

Aku tahu maksudnya bukan pergi dari tempat ini, tapi pergi dari dunia ini. Namun aku tak bisa menjawab. Kata-kata hiburan menggumpal, menyangkut di tenggorokanku. Sejatinya aku tahu, tidak satupun kata itu bisa menghiburnya.

"Aku masih ingin sekolah, ingin kuliah, bekerja, dan hidup bersama orang yang kucintai. Aku baru lima belas tahun, Ar.... Ini sungguh tidak adil," ia mulai terisak di bahuku. Air matanya jatuh membasahi kaus yang kupakai.

"Kenapa orang lain diijinkan berumur panjang? Kenapa teman-temanku tidak ada yang menderita leukimia sepertiku? Kenapa orang lain bisa bahagia, sementara aku tidak? Kenapa?" Isakannya berubah menjadi kemarahan.

Nada Talia semakin meninggi, "Aku sungguh tidak paham dengan orang yang bunuh diri. Mereka dikaruniai hidup yang berharga dan mereka membuangnya begitu saja. Tentu saja mereka menjalani hidup yang sangat berat hingga memutuskan bunuh diri. Tetapi aku tetap tidak bisa menerima. Aku rela menukar hidupku dengan hidup mereka!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun