Mohon tunggu...
Aditya Permadi
Aditya Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Puisi, Skenario Film, dan Pencari Kerja

Maksimalkan potensi diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menolak Nostalgia Rasa

6 Desember 2019   10:48 Diperbarui: 6 Desember 2019   11:07 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Padahal baru saja siang tadi aku melihat video seorang pengendara sepeda motor yang sedang menghisap rokok ditegur oleh pengendara motor lain yang matanya kelilipan oleh ampas rokok dari pengendara itu. Bijaknya, seharusnya aku menjadikan kejadian itu sebagai pelajaran. Tapi entah kenapa aku malah acuh dan malah menikmati sebatang rokok kretek yang harganya kurang dari Rp 1.000,-/batang, diatas sepeda motor yang sengaja ku lajukan lambat.

Aku tak peduli dengan langit sore ini yang mendung. Tak perlu aku tergesa-gesa mengendarai motorku untuk segera sampai ke rumah, menghindar agar tidak kehujanan.  Jika pun sekarang turun hujan dan aku kehujanan, memang itu karena sudah ketetapan Tuhan bahwa sekarang aku diharuskan kehujanan. Jika pun sekarang laju motorku terhambat, aku tidak khawatir. Justru karena ini, aku jadi bisa lebih menikmati setiap hisapan demi hisapan rokok yang sedang ku himpit dengan jari telunjuk dan jari tengah kanan kiriku.

Laju motorku tertahan karena di jalur ini sedang dilakukan pengecoran jalan. Makanya, jalan didepanku hanya bisa digunakan satu sisi saja, karena satu sisi yang lain sedang di cor. Saat ini aku sedang kurang beruntung, karena giliran kendaraan yang berlawanan arah denganku yang sedang diberikan jalan untuk melewati sisi jalan yang bisa dilalui. Sedangkan kendaraan-kendaraan yang satu arah denganku harus sama-sama tertahan.

Dulunya jalan ini hanyalah jalan perkampungan yang tidak terlalu ramai dilewati kendaraan. Setelah perekonomian di sepanjang jalur ini berkembang, dan juga biasa digunakan sebagai jalur alternatif untuk menghubungkan dua jalan provinsi yang berada diujung utara dan selatan jalur ini, makanya dilakukan lah pengembangan jalan seperti ini.

Tertahan seperti ini biasanya cukup lama, makanya ku matikan saja mesin sepeda motorku. Biarlah, cukup saja aku fokus pada kenikmatan hisapan rokok ini. Tak usah ku pedulikan pengendara motor lain yang searah denganku sedang menerobos masuk pada sisi jalan yang bisa dilalui. Tak usah juga ku pedulikan petugas pengatur jalan yang memarahi penerobos itu. Ataupun suara suara klakson kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah denganku, dengan suara-suara nyaringnya yang ditujukan pada penerobos itu.

Aku juga tidak terlalu peduli ketika sebuah motor matic baru saja tertahan tepat disamping kiriku. Sepintas saja hanya ku lihat dua pasang sepatu dari orang-orang yang berada diatas motor itu, yang mengidentifikasikan bahwa keduanya adalah perempuan.

"Kok rokoknya kretek sih?.. Rokok murah lagi." Ucap salah satu perempuan diatas motor matic itu dengan suara yang seakan tertuju padaku.

Dengan ragu aku menengok ke samping kiriku. Aku hampir saja terkejut ketika melihat perempuan yang dibonceng diatas motor matic itu adalah teman SMA aku dulu. Seorang  teman yang cerianya selalu membuat aku bahagia. Seorang teman yang air matanya pernah berurai ketika aku tergeletak dipinggir jalan ini, tepat di jalan yang sedang di cor dihadapanku ini. Seorang teman yang pernah mencoba menyelaraskan asa bersama untuk masa depan. Seorang teman yang sekarang sedang tersenyum manis dan menyapaku dengan canda satir.

Entah kenapa aku masih merasa bahagia melihat keceriaan di wajahnya. Tapi tentunya bisa aku kendalikan itu semua, sehingga aku bersikap biasa saja.

Belum sempat aku menimpali, dari tas yang disimpan dipangkuannya perempuan ini mengeluarkan sebungkus rokok filter yang biasa disimbolkan dengan huruf alfabet pertama. Lalu menyodorkan sebungkus rokok itu padaku sambil berkata, "Nih, buat kamu."

Aku sedikit ragu menerima sebungkus rokok itu. Disaat bersamaan perempuan ini kembali berkata padaku, "Pemuda mah rokoknya kayak gini atuh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun