Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kedatangan Pamong Masyarakat

1 Januari 2023   21:20 Diperbarui: 1 Januari 2023   21:18 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedatangan Pamong Masyarakat

Cerpen Yudha Adi Putra

Mbah Darto sudah lama sakit, kata dokter dia menderita penyakit bernama parkinson. Ia tinggal bersama istri dan anaknya yang sudah berkeluarga. Jadi, tidak salah kalau penduduk desa sering menyebut mereka dengan sebutan keluarga besar pojok desa. Memang, rumah Mbah Darto berada paling ujung desa, dekat dengan sawah.

"Mbah Darto gimana kabarnya sekarang ? Aku lama tidak ke rumahnya. Terakhir, pas ngantar undangan buat mimpin tirakatan waktu merti dusun," Bandiyo bertanya pada lelaki di depannya.

            "Sehat, Pak. Tapi, ya begitu. Tiap bulan harus rutin ke dokter. Kontrol kesehatan. Mbah Darto juga harus obat jalan," jawab Sutoyo.

Penjual angkringan mulai meletakkan pesanan mereka berdua. Aroma gorengan dibakar membuat lapar petani-petani sepulang dari sawah. Aneka jajanan pasar juga tak kalah menarik. Satu hal yang pasti dipesan mereka. Jahe panas lengkap dengan rempah dan susu. Itu bagi mereka bisa menjadi penganti letihnya seharian berada di sawah.

"Aku ikut senang kalau begitu. Pantesan, sudah tidak kelihatan ke sawah lagi. Sekarang gantian dirimu yang ke sawah ? Benar begitu po, Sut ?" ucap Bandiyo seraya meraih sate usus. Ia nampak lapar karena memang sejak siang belum makan.

"Cuma cari burung tadi, Pak. Saya tidak mengurusi sawah. Baru sebentar, kok tiba-tiba sudah sore,"

"Lha, dirimu sekarang memangnya dimana ?" lanjut Bandiyo.

Sutoyo hanya diam dan wajahnya nampak ketus. Bandiyo memang pamong masyarakat, tapi caranya berbicara kadang menyakitkan. Dan yang paling membuat Sutoyo kesal adalah bertemu lagi dengan pertanyaan khas masyarakat desa. Orang desa itu selalu ingin tahu kondisi orang lain, terutama tetangganya. Tapi, sebenarnya tidak peduli hanya menjadi tolok ukur capaian diri. Hidup di desa indah ? Kata siapa ? Sutoyo tak menemukan keindahan itu. Hidup menjadi penuh dengan keharusan mencapai. Mencari jawaban dari pertanyaan Pak Bandiyo bagi Sutoyo, susahnya minta ampun. Memang, sejak menikah, Sutoyo hanya menganggur. Istrinya yang bekerja. Dulu, Sutoyo sempat bekerja, tapi tidak betah lalu keluar.

"Saya di sini, Pak. Ini lagi mau nambah pesan gorengan. Gorengannya Lik Yut memang enak. Membakarnya tulus dan penuh kecap saos," celatuk Sutoyo. Seolah ia tidak mau ambil pusing atas pertanyaan Bandiyo tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun