Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petani yang Beriman pada Padi

28 November 2022   08:45 Diperbarui: 28 November 2022   08:50 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                Lalu, pemborong itu pergi. Petani saling berpandangan. Mereka takut tidak bisa menanam pagi lagi. Mereka takut tidak ada lagi pagi dengan rokok dan kicauan burung menyemangati mereka bertani.

                "Indah menurut siapa ?" Mbah Tani tersenyum. Ia menatap pemborong yang sudah berjalan pergi.

                "Jaga sawah dan omonganmu itu, kalau kalian masih ingin hidup!" ujar lelaki dengan tubuh besar. Ia membawa senapan di sakunya. Tapi bukan polisi. Mungkin orang itu pembunuh bayaran.

                Mbah Tani hanya merokok kembali. Tidak ada ketakutan dalam wajahnya."Kami tidak akan pernah berhenti menanam padi. Tidak ada sawah yang akan berubah menjadi jalan bebas hambatan. Itu hanya akan mendukung keserakahan kalian. Kami selalu beriman pada padi. Kami yakin, setiap usaha kami bertani adalah ibadah. Bertani adalah melawan keserakahan kalian. Ini usaha kami menjaga pemberian Tuhan,"

                Petani lain tersenyum. Mereka kagum dengan tekad Mbah Tani. Lalu, semua kembali ke sawah masing-masing. Mereka melanjutkan menanam padi dan membajak sawah. Tiada ketakutan akan pemanfaatan lahan untuk jalan bebas hambatan.

***

                Hingga sore tiba. Para petani mulai pulang dari sawah mereka. Sawah menjadi cermin atas langit yang berwarna senja. Padi yang akan ditanam masih berbaris rapi. Mbah Tani tetap merapikan benih-benih padi itu. Ia tidak berhenti dan bergegas pulang. Benih padi diikatnya lalu dibawah ke tiap-tiap sawah sambil mulutnya memunculkan asap rokok.

                Mendadak beberapa sosok dengan badan besar berjalan ke pematang sawah. Mereka mendekati Mbah Tani. Menendang benih padi yang dibawa Mbah Tani. Ada juga yang memukul dada Mbah Tani. Mbah Tani jatuh ke sawah. Ia segera bangkit lagi dan meraih benih padi yang terjatuh. Bahkan setelah dipukuli berkali-kali, Mbah Tani tetap berdiri lagi. Mbah Tani tidak melawan. Tubuhnya memar dan berdarah. Ia tetap berjalan dengan benih padi di tangannya. Orang-orang dengan badan besar itu ketakutan. Mereka lari, tapi ada juga yang terperosok ke sawah.

28 November 2022

Untuk Mbah Tani, pada pematang sawah menanti burung prenjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun