Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petani yang Beriman pada Padi

28 November 2022   08:45 Diperbarui: 28 November 2022   08:50 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                Petani-petani lain tertegun dengan jawaban Mbah Tani. Mereka berdecak kagum. Ada yang menghisap rokoknya dan menganggukkan kepala. Ada yang mengepalkan tangannya dan geram karena pemborong jalan bebas hambatan tak kunjung jera memohon. Pemborong proyek jalan bebas hambatan itu cemas. Ia melihat sekelilingnya. Ada sawah indah dengan kicauan burung.

                "Lalu, Mbah Tani. Sebenarnya petani itu bekerjanya apa saja ? Kenapa dia bisa hebat seperti yang kau ceritakan?" tanya pemborong proyek itu.

                "Menjaga keseimbangan. Petani itu bersekutu dengan alam, dengan padi yang ditanam penuh kasih sayang. Lalu, padi itu menjadi nasi yang kalian makan dengan kenyang dan senang."

                "Mbah Tani pikir, kami semua makan nasi? Sekarang sudah banyak makanan pengganti nasi Mbah. Nasi membuat gula darah naik. Itu tidak sehat," pemborong itu memancing emosi mereka.

                "Bukan karena nasi kalian tidak sehat. Itu karena kalian malas. Tidak bertani dan bekerja. Bekerja itu ada kalanya harus menggerakkan badan supaya berkeringat. Itu akan menyehatkan badan. Lalu, apa yang kalian kerjakan ? Duduk menatap layar berharap hidup di luar layar ?"

                "Jangan-jangan bertani itu membuat Mbah Tani sombong karena sudah memberi kami makan ?"

                "Tak masalah. Kami hanya ingin bisa bekerja dengan tenang. Barangkali justru atas nama pembangunan dan melihat kami sebagai ketertinggalan yang membuat hidup tidak tenang. Beda dengan kalian, kami hidup bersama dengan alam. Ada sesuatu yang ingin kami jaga, sebuah kelestarian. Kalian yang dikejar mungkin hanya uang, uang, dan uang. Tambah sedikit kekuasaan,"

                "Mbah Tani kan hanya mau bilang, kalau orang kota itu serakah dan merusak alam ?" wajah pemborong itu mulai geram dan tegang.

                Mbah Tani mengangkat paculnya dan segera bersiap-siap ke sawah. Caping lusuhnya ia kenakan kembali dan meninggalkan pembicaraan di dekat gubug tepi sawah. Beberapa petani juga turut mengikuti Mbah Tani pergi.

                Pemborong dan beberapa anak buahnya tidak tahu lagi harus berbuat apa. Beberapa sudah ingin melakukan kekerasan. Pemborong itu mengikuti kemana Mbah Tani berjalan.

                "Liatlah Mbah Tani. Semua sawah ini akan menjadi jalan yang indah untuk hidup yang lebih baik lagi,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun