Mohon tunggu...
Perdhana Ari Sudewo
Perdhana Ari Sudewo Mohon Tunggu... Pemulung Ilmu

Pemulung ilmu yang punya hobi menulis, berharap dapat terus belajar dan berbagi melalui ide, gagasan, dan tulisan. Pernah belajar Psikologi dan Administrasi Bisnis waktu di Kampus, dan saat ini berupaya menemukan aplikasi ilmu tersebut dalam kehidupan nyata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketidaksadaran Kolektif Birokrasi, Sebuah Pendekatan Pemahaman Psikoanalitik

3 Juni 2025   04:18 Diperbarui: 3 Juni 2025   12:08 2117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sisi gelap birokrasi yang ditekan, seperti korupsi, ketakutan, basa-basi, budaya tutup mata. Ia tidak tampak secara formal, tapi menjadi bagian dari perilaku sehari-hari. Seperti dalam sejarah kerajaan, intrik politik dan pengkhianatan kerap terjadi di balik struktur resmi.

4. Pahlawan

ASN idealis yang ingin membawa perubahan, namun sering terhambat oleh sistem. Dalam sejarah, tokoh seperti Tan Malaka atau Sutan Sjahrir adalah contoh pahlawan yang berpikir jauh ke depan, namun sering ditolak oleh kekuasaan yang mapan.

5. Penipu Cerdik (Trickster)

Sosok cerdik yang mengakali sistem. Ia bisa merusak atau justru membuka jalan perubahan. Dalam cerita rakyat, kita mengenal Si Kancil. Dalam birokrasi, trickster bisa muncul sebagai pegawai yang tahu celah aturan untuk membantu orang, atau malah memperkuat manipulasi.

Archetypes ini tidak selalu buruk atau baik, tapi memberi kita cara baru untuk membaca dinamika birokrasi secara lebih dalam dan manusiawi.

Menuju Birokrasi yang Sadar

Birokrasi Indonesia bukan sekadar lembaga, melainkan refleksi dari perjalanan sejarah dan psike kolektif bangsa, disebut juga sebagai archetypes bangsa. Ketidaksadaran kolektif yang dibentuk oleh ratusan tahun kekuasaan, penaklukan, penjajahan, dan adaptasi terhadap perubahan zaman.

Jika kita ingin benar-benar memperbaiki birokrasi, kita perlu lebih dari sekadar reformasi sistem. Kita perlu membongkar, menyadari, dan menyembuhkan luka-luka bawah sadar yang membentuknya. Kita perlu membangun kesadaran baru, bukan hanya sebagai aparatur negara, tetapi sebagai manusia yang sadar akan sejarah psikisnya. Dengan begitu, birokrasi tidak lagi menjadi bayangan masa lalu, melainkan tempat pertumbuhan kesadaran kolektif yang sehat dan bermakna.

Referensi

Eddyono, A. S. (2021). Pers Alternatif pada Era Orde Baru: Dijinakkan hingga Dibungkam. Komunika, 8(1), 53--60.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun