Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

[Serial Orba] Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin

13 Desember 2018   19:08 Diperbarui: 14 Desember 2018   10:45 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: antitankproject.wordpress.com

Tak ada pembunuhan paling dibicarakan banyak orang dan ramai diberitakan media massa berkali-kali selain pembunuhan terhadap Udin dan Marsinah saat Orde Baru berkuasa. Bahkan beberapa tahun setelah pembunuhan itu terjadi.

Sejatinya pembunuhan terhadap Marsinah, buruh yang bersuara lantang, jauh lebih mengenaskan, jauh lebih "bernilai berita" karena diangkat ke panggung drama dengan bintang Ratna Sarumpaet. Udin atau nama lengkapnya Fuad Muhammad Syafruddin tidak. Ia tak pernah didramakan atau difilemkan.

Udin hanya seorang wartawan biasa, wartawan Bernas, lahir di Bantul, Yogyakarta, 18 Februari 1964. Ia meninggal karena dibunuh semasa orang-orang Orde Baru berkuasa. Meninggal saat usianya menginjak 32 tahun pada 16 Agustus 1996. Udin tewas dianiaya oleh orang tidak dikenal sampai meregang nyawa.

Indikasi kuat, Udin harus dilenyapkan tangan-tangan penguasa Orba karena kerap menulis artikel kritis tentang kebijakan pemerintah Orde Baru, juga mengeritik militer yang saat itu menjadi "monster" tersendiri bagi masyarakat tak berdaya.

Kalau membaca media saat itu bagaimana tubuh Udin disiksa, kita akan geleng-geleng kepala dan tak habis pikir, kok tega ya. Mungkin tidak sesadis pembunuhan terhadap wartawan Jamal Khashoggi yang dimutilasi segerombol jagal Saudi dan setelah itu tubuhnya dihancurkan menggunakan zat kimia.

Pada 13 Agustus 1996 malam itu Udin dianiaya sejumlah pembunuh tak dikenal di depan rumah kontrakannya, di dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km 13 Yogyakarta. Koma dan sempat dirawat di RS Bethesda, tapi keesokan paginya Udin meninggal dunia.

Karena Udin seorang jurnalis, pembunuhan sadis ini menyita perhatian media saat itu, mungkin juga ada unsur solidaritas di kalangan insan pers. Terlebih lagi pesan penguasa Orba saat itu sangat kuat, "Wartawan, kalian jangan macam-macam, ya, nulis yang baik-baik saja!"

Bahwa pembunuhan terhadap Udin direncanakan dan dilakukan penguasa Orba, salah satu indikasinya terlihat saat Kanit Reserse Umum Polres Bantul Serka Edy Wuryanto, membuang barang bukti dengan cara melarung sampel darah dan menyolong buku catatan Udin dengan dalih melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Kalau kemudian Edy Wuryanto dinyatakan bersalah, itu cuma sandiwara Orba belaka. Edy cuma "coro" dari mesin pembunuhan yang bisa dinihilkan dengan mudah kapan saja, apalagi kalau cuma dipenjara dan pangkat yang melayang.

Dan ini harus dicatat; hanya di zaman Orde Baru orang yang sudah terbunuh pun masih difitnah!

Saat itu muncul seorang perempuan bernama Tri Sumaryani yang mengaku akan diberi apapun yang dia minta oleh Kuncoro, kemenakan Bupati Bantul saat itu, Sri Roso Sudarmo, sebagai imbalan membuat pengakuan bahwa Udin melakukan hubungan gelap dengannya.

Tri Sumaryani tentu menyangkal. Ia hanya pernah menjadi pacar Fauzan yang tidak lain adik almarhum Udin, tapi saat itu sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Fauzan, sang adik, juga mengaku tidak pernah cekcok dengan kakaknya karena ia tahu Udin tidak pernah berpacaran dengan Tri Sumaryani. Itu yang terjadi di persidangan.

Lihatlah, bagaimana kisah fiktif lanjutan ala Orde Baru dinarasikan dan berusaha dibangun. Tapi "Gusti ora sare".

Ada lagi sosok yang dimunculkan. Iwik namanya. Nama lengkapnya Dwi Sumaji. Profesinya sopir sebuah perusahaan iklan. Ia juga mengaku dikorbankan polisi untuk membuat pengakuan bahwa dialah si pembunuh Udin.

Di persidangan terungkap, Iwik dipaksa meminum bir berbotol-botol dan kemudian ditawari uang, pekerjaan, dan bahkan seorang pelacur. Kayak adegan di film-film mafia itu, bukan?

Di depan hakim 5 Agustus 1997 Iwik berkata, "Saya telah dikorbankan untuk bisnis politik dan melindungi mafia politik." Ia akhirnya divonis bebas karena tidak ada dua alat bukti sah yang diperoleh penyidik.

Jadi kalau ada wartawan atau awak media massa yang berangan-angan ingin kembali ke masa "kepenak" Orde Baru, zaman Soeharto sebagai Presiden-nya berkuasa, ya siap-siap saja senasib dengan Udin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun