Mohon tunggu...
Peny Wahyuni Indrastuti
Peny Wahyuni Indrastuti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga yang berjuang melawan lupa

Ada kalanya, hati menunjukkan sisi terang. Ada kalanya pula bersembunyi pada sisi gelap. Hanya mantra kata yang bisa membuatnya bicara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Mantra

1 Februari 2019   17:46 Diperbarui: 1 Februari 2019   18:13 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk sesaat kedua makhluk itu larut dalam kesedihan.

"Kenapa, Mas? Adakah hari ini dirimu akan memenuhi janji?" 

Tak sabar ia pun menebak, sebab menurut kabar dari temannya, lelaki ini sudah menduda, istrinya meninggal karena kanker.

Ayas menunggu jawab, tapi kemudian terperangah.

"Aa..uu...." Lelaki itu berusaha sekuat tenaga untuk bicara. Tapi tetap saja tak dapat dipahami apa yang ia bicarakan.

Ayas mengerti dan cepat menguasai diri dari keterkejutan. Perlahan ia elus lengan lelaki yang kini terkulai di perutnya. Ia benahi letak selimut yang menutup pangkuan lelaki itu sebisanya.

Lelaki yang 'selalu' menjadi kekasih hatinya, yang ia tunggu dengan keperawanannya sampai hari ini, bukan lagi lelaki gagah, lincah, dan pandai bicara seperti dulu.

"Aku mengerti, Mas. Kali ini stroke merampas kesempatan kita untuk berjodoh. Aku tak akan bisa merawatmu dalam kondisiku yang juga payah sepertimu,"gumamnya. 

Ia elus lagi pipi lelaki itu dengan satu tangannya yang masih bisa digerakkan, dan meninggalkan kecupan lembut di ujung hidung lelaki yang sangat dicintainya itu.

Kemudian ia panggil bujang pendamping yang berdiri tak jauh dari mereka, menyerahkan kursi roda dan membiarkan wajah lelaki itu bersimbah air mata lagi.

Ayas pergi dari tempat itu dan tidak menoleh lagi, menyeret kaki pincangnya dan mengeratkan dekap satu tangannya yang lumpuh layu, sedang satu tangannya lagi mencengkeram penyangga tangan segitiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun