Mohon tunggu...
Pendeta Sederhana
Pendeta Sederhana Mohon Tunggu... lainnya -

Sederhana itu adalah sikap hati. Hati adalah kita yang sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sumatera Utara, Provinsi Dengan Penduduk Terbanyak Bermimpi?

23 Mei 2016   10:39 Diperbarui: 23 Mei 2016   11:45 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:warungkopiplus.blogspot.com

Benar, anda tidak sedang bermimpi membaca judul artikel ini. Memang begitulah adanya, Sumatera Utara merupakan Provinsi di Indonesia dengan persentase penduduk paling banyak bermimpi. Kok bisa?

Tentu ada penyebabnya, kenapa dari 34 Provinsi yang ada, Sumatera Utara ada di urutan paling atas, bahkan  sangat jauh persentasenya dengan Provinsi urutan berikutnya. Mimpi sering disebut sebagai bunga tidur. Jika seseorang tidur maka besar kemungkinannya ia akan bermimpi. Mimpi ini bisa tentang banyak hal, apa yang sedang membebani pikiran dan menekan jiwa, biasanya akan mendatangkan mimpi buruk. Bila itu tentang sesuatu yang menyenangkan, apa yang menjadi keinginan dan apa yang dicita-citakan, maka itu disebut mimpi indah. 

Something goes wrong dengan penduduk Sumatera Utara? Bisa jadi demikian, sebab dalam keadaan tidak tidur pun mereka sering bermimpi. Kok bisa begitu? Ya begitulah adanya. Memang mereka bermimpinya tidak lagi sebatas  tidur disaat malam. Setiap saat, kapan saja mereka bisa bermimpi, bahkan saat membaca berita dan menonton televisi pun mereka bisa tiba-tiba bermimpi.

Kalau begini situasinya berarti sudah sangat serius dong? Sampai mimpi pun tak kenal waktu dan tempat. Bahkan juga tidak memandang usia; orang tua, pemuda, remaja, bahkan anak-anak, semua ikut bermimpi.

Apa yang terjadi?
Masalahnya sebenarnya Ahok. Lha, apa urusannya dengan Ahok, dia kan gubernur DKI?
Itulah pangkal persoalannya. Dulu, menjelang pilgubsu, spanduk Ahok yang hendak maju di pilgubsu ada beberapa yang terpampang di jalanan. Entah angin darimana yang datang membuai petinggi parpol hingga  tidak ada satu partai pun yang berniat mengusung Ahok untuk menjadi cagub ketika itu. Dan entah kenapa pula, warga yang sekarang justru terbuai mimpi ini pada waktu itu tidak ada yang mau menyuarakan kepada parpol untuk mengusung Ahok.

Memang begitulah, penyesalan selalu datangnya terlambat, dan inilah yang saat ini terjadi, menyesal. Akan tetapi, apa lagi yang perlu disesali? Toh semua sudah terjadi. Memang, bisa dimaklumi betapa kecewanya warga Sumut, untuk dua periode lima tahunan, gubernur  mereka, keduanya berakhir di KPK dan harus berhenti di tengah jalan. Bahkan, warga belum sempat melihat dan merasakan apa yang sudah dilakukan oleh gubernur mereka, sebagaimana banyak hal yang sudah dilakukan oleh Ahok di DKI, bahkan saat ia masih menjadi wagub.


Demikian juga, gubernur periode berikutnya yang adalah wakil gubernur periode sebelumnya, justru salah menerjemahkan pepatah yang menyebut: pengalaman adalah guru yang terbaik. Justru, ia belajar dari pengalaman gubernur sebelumnya yang juga adalah pasangannya, sehingga bukannya menghindari kesalahan yang sama, ia dengan percaya diri melanjutkan apa yang dilakukan oleh pendahulunya. Akhirnya dia pun mengikuti jejak pendahulunya dan terpaksa harus menjalankan ikatan dinas selama  3 tahun dari KPK. Dan kembali persis seperti periode 5 tahun sebelumnya, Sumatera Utara harus dipimpin oleh wakil gubernur.

Keputusan Ahok yang akan  maju melalui jalur perseorangan sedikit-tidaknya, juga ikut memberi harapan pada Sumatera Utara. Apakah warga Sumut akan mengikuti DKI dengan mendukung calon perseorangan? Bukan, bukan begitu, warga Sumut masih jauh dari wacana itu. Sumut masih kental dengan aroma primordialisme, sangat beda dengan warga DKI yang sudah sangat mandiri dalam menentukan pilihan mereka.
Tetapi reaksi atas keputusan Ahok itulah yang memberi harapan bagi warga Sumut. 

Tidak lama setelah keputusan Ahok, yang disebut oleh beberapa petinggi PDIP sebagai bentuk “deparpolisasi” dan juga ditanggapi oleh  Menteri Dalam Negeri dengan pernyataan: “Jika calon independen/perseorangan nanti bermasalah( jika sudah terpilih), siapa yang akan tanggung jawab?” Justru ini yang dipertanyakan warga Sumut. Calon yang diusung parpol ternyata bermasalah, bahkan untuk dua periode, partai pengusungnya adalah sama, dan ternyata calon yang mereka usung  dua-duanya bermasalah. Mana tanggung jawab parpol pengusung?

Sampai kini warga Sumut masih belum mendapatkan jawaban, namun banyak yang berharap melalui RUU pilkada yang saat ini tengah digodok di DPR RI. Sebagai bentuk tanggung jawab partai pengusung, apalagi jika sudah sampai dua periode, maka partai tersebut sebaiknya dilarang untuk mengusung calon di pilkada. Bahkan perlu dibuatkan pasal yang lebih keras lagi, mendukung pun tidak diperbolehkan, mereka hanya dibolehkan sebagai penonton, sambil belajar dan merenungkan kesalahan yang sudah mereka perbuat, sehingga ke depan parpol tidak lagi sembarangan dan main main dalam mengusung atau mendukung calon yang akan maju di pilkada. Yang dirugikan adalah masyarakat, seperti yang sudah dialami oleh Sumatera Utara selama dua periode ini dengan gubernur mereka yang bermasalah.

Inilah yang juga menjadi mimpi Pak Jepta S Pelawi, malam dan juga siang hari, dia selalu bermimpi Sumatera Utara dipimpin oleh gubernur Ahok atau setara Ahok. Sejak DKI dipimpin oleh Ahok, banyak perubahan nyata sudah dirasakan oleh warga DKI. Apalagi dalam soal kecepatan menanggapi keluhan warga, Pak Ahok tidak ada duanya. Gubernur Ahok menyediakan tiga nomor SMS pengaduan untuk warga yakni : 0811944728, 081927666999, 085811291966.  Tidak perlu disebutkan, bisa dicari infonya langsung maupun di internet  begitu banyak kisah bagaimana tanggapan warga mendapat respon yang sedemikian cepat hingga membuat mereka kaget bahwa ternyata Pak Ahok serius menanggapi pengaduan mereka. 

Memang bedanya jauh dengan gubernur Sumatera. Walaupun demikian, ada juga orang yang  mengatakan, tentu DKI dan Sumut tidak bisa disamakan, di Sumut ada banyak daerah otonom yang menjadi urusan Bupati dan Walikota, tidak seperti DKI yang kesemuanya ada di tangan Gubernur Ahok. Namun, apapun itu setidaknya gubernur tanggap dan peduli dengan keluhan warga, tidak dengan membiarkannya ditangani sendiri oleh kepala daerah tingkat II.  Gubernur tentu bisa berkoordinasi dengan bupati atau walikota, dan juga ada banyak hal yang urusan dan tanggung-jawabnya ada di level Provinsi sehingga Gubernur semestinya bisa berbuat banyak.

“Nasib, nasib! Bisa-bisanyalah Sumut ini dua periode dapat gubernur nggak kayak Pak Ahok.” Demikian Pak Jepta Pelawi, warga Desa Saentis, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara menyampaikan keluhannya masih dalm keadaan bermimpi.
Hal ini berkaitan dengan kekecewaan Pak Jepta Pelawi beserta warga atas kehadiran PT. Permata Hijau Palm Oleo di pemukiman masyarakat,di wilayah Kawasan Industri Medan II yang dikelola oleh PT. (Persero) Kawasan Industri Medan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 30%, dan Pemerintah Kota Medan 10%, dan sisanya Pemerintah Pusat.

Sejak kehadiran perusahaan ini, warga di sekitar perusahaan, hidupnya menjadi “terganggu” oleh aktivitas perusahaan. Informasi detail bisa dilihat di laman Bapak Jepta Pelawi di https: //www.facebook.com/jepta.pelawi 

Dari awal pengerjaan proyek ini saja sudah menelan korban, Marthin (10 th) anak Dusun XIX Desa Saentis yang mati tercebur ke dalam galian PT. PHPO yang tidak diberi tanda-tanda bahaya dan pengamanan. Kemudian saat pengerjaan penimbunan lahan, pemancangan "paku bumi" yang membuat getaran dan tidak sedikit rumah warga yang retak, penyedotan air tanah yang sangat besar oleh perusahaan sudah membuat sumur masyarakat kering kerontang dan terpaksa harus membeli air jerigen. Hingga tahap uji coba mesin yang tanpa dipasangi peredam, benar-benar membuat bising dan sangat mengganggu kehidupan warga sekitar. 

Entah sudah ke mana saja mereka mengadukan persoalan mereka, namun hingga saat ini belum ada kejelasan. Sementara, bupati dan gubernur seakan tidak tahu-menahu apa yang sedang mereka alami. "Andai gubernur kami adalah Pak Ahok.” Demikian Jepta Pelawi, masih dalam kondisi bermimpi, mengutarakan kekecewaannya.

Ada benarnya Pak Jepta Pelawi ini, andai sebelumnya parpol mengusung Pak Ahok jadi Gubsu, tentulah mereka tidak akan sesusah sekarang. Memang, tidak semua hal bisa dilakukan oleh Pak Ahok seperti layaknya semudah membalik telapak tangan. Namun setidaknya mereka yakin, Gubernur Ahok pasti akan peduli, bersikap, dan segera meresponi keluhan warga. Tidak seperti sekarang, mereka tidak tahu harus kemana mengadu. Bahkan bisa-bisa, cukup dengan mengirim SMS ke Pak Ahok, tinggal tunggu pengecekan oleh beliau atau stafnya, persoalan akan segera diresponi dengan solusi yang jauh lebih indah dari mimpi.

Aku pun bergurau kepada Pak Jepta Pelawi, kenapa beliau rame-rame dengan warga Sumut tidak mengusulkan ke parpol yang ada di Sumut untuk mengusung Ahok di Pilgubsu tahun depan.” Sudah terlambat! Kalau iya, warga DKI mau melepas Ahok?” Demikian ia menjawab dengan mimik serius. Ternyata Pak Jepta Pelawi tidak sedang bermimpi kali ini.

Dan tentu bukan hanya Pak Jepta Pelawi yang bermimpi, ada banyak pemimpi lainnya yang tidak bisa disebut namanya satu-persatu. Korban Sinabung di pengungsian juga bermimpi, seandainya letusan Sinabung segera dikategorikan sebagai bencana nasional agar nasib mereka bisa lebih baik, dengan turun tangannya pemerintah pusat untuk secara langsung menangani.

Demikian juga masyarakat di kawasan Danau Toba, yang tidak berhenti bermimpi agar Monaco  segera berpindah ke kawasan Danau Toba.

Itulah mimpi, dan tak ada larangan bermimpi. Juga tidak ada yang salah dengan mimpi. Menjadi salah jika mimpi itu tidak diwujudkan dengan usaha dan apa yang bisa dan masih ada. Teruslah berjuanglah mewujudkan mimpi! Mimpi-mimpi indah tentunya, bukan mimpi seperti di ilustrasi di atas.

Sumatera Utara, teruslah bermimpi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun