Di era serba canggih ini, generasi-generasi terkini terutama gen Z, sangat rentan terhadap pengaruh konten dan tren yang berseliweran di media sosial. Berbagai macam konten viral, mulai dari jajanan kekinian, ootd ala influencer, produk makeup terbaru, hingga gadget canggih, sering kali memicu hasrat untuk membeli, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan. Budaya konsumtif yang didorong oleh tren, jika terus berlanjut, tentu berdampak negatif dalam jangka panjang. Di tengah gempuran budaya hedonis yang mendorong konsumsi tanpa batas, muncul sebuah gerakan yang mengajak kita untuk berbalik arah: "No Buy Challenge".
Memasuki tahun 2025, kampanye ini ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial, dengan tagar #NoBuyChallenge yang telah digunakan hampir 50 juta kali di TikTok. No Buy Challenge, secara sederhana, adalah kampanye untuk mengurangi pembelian barang-barang non-esensial (kebutuhan tersier) dalam periode waktu tertentu. Konsep ini mengajak kita untuk lebih bijak dalam berbelanja dan menghindari konsumsi berlebihan. Misalnya, ketika smartphone dengan fitur terbaru diluncurkan, banyak orang tergiur untuk mengganti smartphone lama mereka. Namun, dalam tantangan ini, kita belajar untuk menghargai smartphone yang masih layak pakai dan menghindari pembelian impulsif. Begitu pula dengan antrean panjang di restoran viral dengan harga selangit; gerakan ini mendorong kita untuk lebih memilih makanan sehat dan bergizi yang lebih terjangkau. Kedua contoh ini menggambarkan bagaimana No Buy Challenge menantang kita untuk melawan dorongan konsumtif, yang diartikan membeli barang dan jasa bukan karena kebutuhan, melainkan karena iming-iming hadiah, tren sesaat, atau tekanan sosial.
Mengapa No Buy Challenge Viral di 2025
Popularitas No Buy Challenge bukanlah fenomena yang sepenuhnya baru. No Buy Challenge telah mendapatkan momentum sejak tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 melanda dunia dan menyebabkan krisis ekonomi global. Banyak orang kehilangan pekerjaan dan penghasilan, sehingga memicu kesadaran untuk berhemat dan mengurangi pengeluaran. Namun, di Indonesia, No Buy Challenge kembali viral dan bahkan semakin populer di tahun 2025 karena isu kenaikan PPN 12% ditengah perekonomian yang tidak pasti.
Cara memulai No Buy Challenge
Langkah awal yang harus dilakukan ketika ingin mengikuti No Buy Challenge adalah menentukan barang atau jasa apa saja yang termasuk dalam No Buy Challenge. Misal nya kebutuhan tersier seperti jajanan viral dengan harga diatas 100 ribu. Untuk lebih detail, buat daftar yang memisahkan kebutuhan pokok dari keinginan, agar lebih mudah mengidentifikasi. Setelah menetapkan list barang atau jasa, langkah selanjutnya adalah menetapkan periode waktu. No Buy Challenge dilakukan dengan periode waktu bervariasi, mulai dari beberapa minggu, bulan, bahkan hingga satu tahun, tergantung pada komitmen dan tujuan masing-masing individu. Penting juga untuk melacak pengeluaran secara detail selama periode tersebut, untuk memastikan tujuan No Buy Challenge tercapai.
No Buy Challenge bukanlah tentang ekstremisme dengan tidak membeli apapun hingga mengabaikan kebutuhan primer dan sekunder. Lebih dari itu, tantangan ini mendorong kita untuk lebih mindful dalam setiap keputusan pembelian, mempertimbangkan kebutuhan riil di atas keinginan sesaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI