Mohon tunggu...
Pena Kusuma
Pena Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum

Saya adalah content writer yang berfokus pada penulisan seputar Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika (STEM), serta update terkini mengenai dunia militer dan geopolitik. Mohon doanya juga, insyaallah saya bisa lolos sekali tes dalam seleksi PAPK TNI tahun 2027.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tiga Intersepsi Udara PLA: J-20 hingga J-16, Taktik atau Provokasi?

2 Juli 2025   07:30 Diperbarui: 2 Juli 2025   07:30 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
J-20 (Sumber: Chengdu Aircraft Corporation)

Pada akhir Juni 2025, media pemerintah Tiongkok seperti CCTV dan Global Times merilis laporan tiga intersepsi udara oleh pesawat tempur J-16, J-15, dan J-20 milik Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), sebagai respons terhadap kritik internasional tentang manuver berbahaya yang mereka lakukan. Narasi resmi menyebut tindakan ini sah dan merupakan reaksi terhadap provokasi asing. Insiden pertama melibatkan J-16 yang diduga mengusir pesawat patroli P-8A Australia di Laut China Selatan pada Februari 2025; dua jet PLA mendekat dengan terbang paralel dan mengirim peringatan radio, sambil mengklaim bahwa pesawat asing melanggar wilayah laut Tiongkok berdasarkan peta Nine-Dash Line. Insiden kedua terjadi pada Mei 2022 di Laut Filipina, ketika J-15 dari kapal induk Liaoning mencegat pesawat pengintai dari dua gugus kapal induk asing (kemungkinan milik AS dan Jepang), dalam manuver yang diklaim sebagai balasan atas provokasi berat dan penegasan kekuatan laut Tiongkok di Pasifik Barat. Insiden ketiga melibatkan jet siluman J-20 yang diduga menghadapi F-35 AS di Laut China Timur sekitar Maret 2022; jet J-20 beralih dari latihan ke mode tempur dan melakukan beberapa putaran manuver untuk mengusir lawan, sambil menampilkan kemampuannya dalam menghadapi ancaman siluman serta sistem komando dan kendali modern. Ketiga kejadian ini digunakan Tiongkok untuk memperkuat klaim teritorialnya sekaligus memamerkan kesiapan dan kecanggihan militernya di kawasan Asia Timur.


Beberapa laporan internasional memperkuat klaim insiden udara yang diumumkan Tiongkok, sekaligus memperlihatkan pola intersepsi agresif oleh militer mereka sejak 2022. Australia mengonfirmasi bahwa pada Februari 2025, jet J-16 PLA terbang hanya sekitar 30 meter dari pesawat P-8A mereka di Laut China Selatan dan melepaskan flare, sementara Tiongkok membalas dengan menuduh Australia membahayakan keamanannya. Dalam kasus lain, CCTV pernah menyiarkan video J-15 mencegat F/A-18 AS pada 2023--2024, tetapi tidak ada pengakuan resmi dari Washington. Namun, dalam insiden Maret 2022, Jenderal Kenneth Wilsbach dari Komando Pasifik AS mengonfirmasi pertemuan F-35 dengan J-20 Tiongkok di Laut China Timur dan bahkan mengaku terkesan dengan sistem kendali J-20. Pola ini menunjukkan bahwa Tiongkok secara konsisten menggunakan intersepsi udara sebagai strategi untuk menegaskan klaim wilayahnya, dengan lebih dari 12 insiden tercatat oleh Pentagon. Dari sisi hukum dan militer, Tiongkok merujuk pada UU Pertahanan Nasional (2009) dan UU Laut Teritorial (1992) untuk membenarkan tindakan tegas terhadap pesawat asing yang memasuki wilayah klaimnya. Taktik seperti terbang paralel, membayangi dari dekat, dan memberi peringatan radio telah menjadi prosedur standar. Secara geopolitik, sebagian besar intersepsi terjadi di Laut China Selatan dan Selat Taiwan, wilayah yang menjadi fokus utama klaim maritim Tiongkok. Keterlibatan pesawat siluman J-20 menunjukkan upaya pencegahan terhadap pesawat-pesawat AS, sementara penerjunan J-15 dari kapal induk Liaoning menegaskan ambisi Tiongkok sebagai kekuatan laut besar. Insiden J-16 dengan Australia juga muncul tak lama setelah meningkatnya patroli Australia akibat pakta AUKUS. Di dalam negeri, media seperti CCTV memanfaatkan rekaman intersepsi untuk membentuk citra bahwa PLA bertindak profesional dan defensif, sekaligus membangkitkan semangat nasionalisme melalui narasi keberhasilan menghadapi "agresor asing".

Laporan ini menyoroti tiga intersepsi udara oleh militer Tiongkok yang menggambarkan strategi pertahanan aktif PLA, namun juga menuai kritik karena minimnya transparansi data---tidak ada koordinat, waktu pasti, atau identitas pesawat asing yang dapat diverifikasi. EurAsian Times mencatat bahwa laporan resmi Tiongkok tidak memungkinkan konfirmasi independen, sementara pihak asing seperti AS dan Australia menyebut patroli mereka di Laut China Selatan sebagai operasi rutin di wilayah internasional, berlawanan dengan klaim Tiongkok yang menyebutnya provokatif. Insiden J-16 yang terbang dalam jarak 30 meter dari P-8A Australia bahkan dinilai tidak aman oleh pihak Australia dan memperlihatkan tingginya risiko eskalasi jika terjadi salah paham. Ketiga insiden ini mencerminkan upaya Tiongkok untuk menormalisasi klaim maritim melalui kekuatan militer, mempertontonkan kecanggihan teknologi seperti J-16 dan J-20 untuk menandingi kehadiran AS, serta membentuk citra global bahwa mereka adalah pihak yang diprovokasi. Namun, tanpa data yang terbuka dari kedua belah pihak, potensi kesalahpahaman tetap tinggi. Diperkirakan frekuensi intersepsi akan terus meningkat seiring perluasan pangkalan militer Tiongkok di Kepulauan Spratly dan latihan militer gabungan AS di kawasan Pasifik. Analisis ini dibatasi oleh ketersediaan sumber terbuka, dan verifikasi menyeluruh baru mungkin dilakukan jika data radar atau komunikasi militer dikungkap ke publik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun