Pesawat tempur J-20 dan J-35 merupakan bagian dari modernisasi militer Tiongkok dalam menghadapi dominasi udara global, khususnya dari Amerika Serikat. J-20 "Mighty Dragon", hasil rancangan Chengdu Aircraft Corporation, adalah jet tempur generasi kelima berkemampuan ganda---penguasaan udara dan serangan presisi---dengan desain canard-delta, radar AESA, dan kapasitas bahan bakar besar untuk operasi jarak jauh. Diluncurkan pertama kali pada 2011, J-20 dirancang untuk menyaingi F-22 Raptor dan menjadi tulang punggung Angkatan Udara Tiongkok (PLAAF), menggantikan pesawat lama seperti J-10 dan J-11. Meski tidak kompatibel untuk operasi kapal induk, J-20 unggul dalam siluman radar dan mampu membawa rudal jarak jauh hingga hipersonik. Di sisi lain, J-35, pengembangan dari FC-31 oleh Shenyang Aircraft Corporation, merupakan varian yang lebih ringan dan modular dengan biaya produksi lebih rendah. Versi J-35 dirancang khusus untuk Angkatan Laut Tiongkok (PLAN), dengan kemampuan lepas landas dari kapal induk berkat fitur seperti launch bar dan sayap lipat. J-35 juga digunakan oleh PLAAF sebagai pendamping J-20 dalam misi multirole dengan biaya operasional yang lebih efisien. Meski tingkat silumannya masih di bawah J-20 karena keterbatasan desain kapal induk, J-35 tetap membawa fitur modern seperti internal weapons bay dan mesin WS-19 yang sedang dikembangkan. Secara keseluruhan, keduanya mencerminkan ambisi Tiongkok dalam membangun kekuatan udara strategis yang mampu bersaing di panggung global.
Dua pesawat tempur generasi kelima Tiongkok, J-20 dan J-35, mewakili strategi militer yang saling melengkapi antara dominasi udara dan proyeksi kekuatan maritim. J-20, yang dikembangkan Chengdu Aircraft Corporation dengan biaya sekitar 110 juta dolar per unit, dirancang khusus untuk supremasi udara jarak jauh, unggul dalam siluman radar, jangkauan, dan teknologi avionik. Meski produksinya sempat terkendala ketergantungan pada mesin Rusia, kini J-20 diproduksi massal lebih dari 100 unit per tahun. Sebaliknya, J-35 yang dikembangkan Shenyang Aircraft Corporation menonjol dalam fleksibilitas misi dan efisiensi biaya, berkisar 70--90 juta dolar per unit, berkat desain modular dan komponen bersama dengan FC-31. Dirancang sejak awal untuk operasi kapal induk, J-35 menjadi pesawat siluman pertama Tiongkok yang siap operasional di laut, serta berpotensi diekspor, termasuk ke negara seperti Pakistan. Secara teknis, J-20 unggul dalam duel udara dengan keunggulan jangkauan dan stealth, namun terbatas dalam misi multiperan. Sementara itu, J-35 meski silumannya sedikit lebih rendah, justru lebih adaptif untuk operasi lintas matra---baik darat maupun laut. Secara historis, J-20 merupakan hasil ambisi Tiongkok sejak 1990-an untuk menyaingi F-22 dan menunjukkan kemandirian teknologi. Di sisi lain, J-35 lahir dari evolusi FC-31 yang awalnya ditolak oleh Angkatan Udara Tiongkok, namun kemudian diadopsi oleh Angkatan Laut untuk mengisi kebutuhan tempur di kapal induk. Kesimpulannya, J-20 dan J-35 bukan pesaing, melainkan elemen strategis yang saling melengkapi: satu untuk dominasi udara mutlak, yang lain untuk fleksibilitas dan ekspansi kekuatan di kawasan maritim.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI