Mohon tunggu...
Pena Kusuma
Pena Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum

Saya adalah content writer yang berfokus pada penulisan seputar Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika (STEM), serta update terkini mengenai dunia militer dan geopolitik. Mohon doanya juga, insyaallah saya bisa lolos sekali tes dalam seleksi PAPK TNI tahun 2027.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Keanggotaan Indonesia dalam BRICS: Peluang Ekonomi Besar atau Tantangan Geopolitik yang Harus Dihadapi?

2 September 2024   21:15 Diperbarui: 4 April 2025   01:08 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Radio France Internationale 

Keikutsertaan Indonesia dalam BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) yang resmi diumumkan pada Januari 2025 merupakan langkah strategis dengan implikasi multidimensi bagi Indonesia. Kelompok ekonomi ini mewakili sekitar 40% populasi dunia dan lebih dari 30% PDB global berdasarkan paritas daya beli. Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS perlu dipahami dalam konteks dinamika geopolitik global yang semakin multipolar, di mana negara-negara berkembang mencari ruang yang lebih besar dalam tatanan ekonomi dan politik internasional. Secara historis, BRICS awalnya dibentuk sebagai kelompok ekonomi pada 2009, namun telah berkembang menjadi platform geopolitik yang signifikan, terutama setelah ekspansi keanggotaannya pada 2024 yang mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Indonesia, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, melihat keanggotaan BRICS ini sebagai peluang untuk memperkuat posisinya di kancah global, sekaligus menghadapi tantangan kompleks dalam menjaga keseimbangan hubungan dengan berbagai kekuatan dunia.

Keanggotaan Indonesia dalam BRICS membuka berbagai manfaat ekonomi dan politik yang signifikan. Secara ekonomi, Indonesia dapat memperluas jaringan perdagangan internasionalnya dengan negara-negara anggota yang mewakili lebih dari 40% populasi dunia dan sekitar 25% PDB global. Hal ini memberikan peluang untuk meningkatkan ekspor ke pasar non-tradisional seperti Brasil, Rusia, dan Afrika Selatan, dengan sektor potensial termasuk produk pertanian, manufaktur, dan komoditas strategis. Selain itu, Indonesia dapat memperdalam hubungan ekonomi dengan China dan India, yang sudah menjadi mitra dagang utama, serta mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional di Barat. Keanggotaan Indonesia juga memberikan akses ke New Development Bank (NDB), yang menawarkan pembiayaan alternatif untuk proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan, seperti energi terbarukan dan pengembangan teknologi. Dalam hal investasi, data menunjukkan tren positif dengan meningkatnya investasi dari negara-negara BRICS, terutama di sektor logam dasar, listrik, gas, dan perumahan. Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan kerja sama teknologi dengan negara-negara BRICS untuk mempercepat modernisasi ekonomi. Keanggotaan BRICS juga memberikan peluang untuk memperkuat stabilitas mata uang rupiah melalui de-dolarisasi, serta diversifikasi sistem keuangan nasional dengan mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Di sisi politik dan strategis, Indonesia dapat memperkuat posisinya di forum global, terutama dalam mendorong reformasi lembaga internasional seperti PBB dan WTO, serta sistem keuangan global yang lebih adil. Keanggotaan BRICS juga sejalan dengan politik luar negeri bebas aktif Indonesia, yang memungkinkan negara ini untuk menjadi "jembatan" antara kekuatan global yang berbeda, tanpa konfrontasi. Selain itu, meskipun BRICS lebih fokus pada ekonomi, terdapat potensi untuk memperdalam kerja sama pertahanan dan keamanan, termasuk dalam hal latihan militer, alih teknologi, dan pembangunan kapasitas untuk menghadapi tantangan keamanan non-tradisional. Hal ini mendukung upaya Indonesia untuk menjaga kedaulatan wilayahnya, khususnya di perbatasan dan laut.

Keanggotaan Indonesia dalam BRICS menghadirkan sejumlah tantangan dan risiko yang perlu dikelola dengan hati-hati. Salah satu tantangan utama adalah potensi ketergantungan ekonomi yang lebih besar pada China, yang sudah menjadi mitra dagang dan investor utama Indonesia, dengan kekhawatiran bahwa dominasi China dalam BRICS dapat mengurangi fleksibilitas kebijakan ekonomi Indonesia dan menariknya lebih dalam ke dalam kontestasi geopolitik global. Selain itu, bergabung dengan BRICS juga dapat memicu persepsi bahwa Indonesia berpihak pada blok yang dipimpin oleh China dan Rusia, yang bisa merusak hubungan dengan AS dan sekutunya, terutama terkait gerakan de-dolarisasi dalam BRICS. Perbedaan sistem politik dan kepentingan antaranggota BRICS, seperti antara negara demokratis seperti India dan Brasil serta rezim otoriter seperti China dan Rusia, juga bisa menghambat penyelarasan kebijakan dan efektivitas kerja sama. Sebagai anggota baru, Indonesia mungkin tidak langsung memiliki pengaruh yang setara dengan negara pendiri BRICS, yang bisa membatasi partisipasinya dalam proses pengambilan keputusan di lembaga-lembaga BRICS. Untuk mengoptimalkan manfaat keanggotaan, Indonesia perlu mempertahankan prinsip politik luar negeri bebas aktif, menjaga keseimbangan diplomatik, dan meningkatkan daya saing ekonomi domestik melalui reformasi struktural serta peningkatan kapasitas SDM lokal. Indonesia juga harus mengambil peran aktif dalam BRICS dengan mengusulkan agenda-agenda yang sesuai dengan kepentingan nasional, seperti ketahanan pangan, energi, dan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, kerja sama pertahanan dengan negara-negara BRICS perlu diarahkan untuk memperkuat kapasitas pertahanan mandiri tanpa menciptakan ketergantungan baru. Untuk mengurangi risiko geopolitik, Indonesia perlu menjelaskan secara jelas dan konsisten kepada mitra Barat bahwa keanggotaan BRICS adalah bagian dari diplomasi ekonomi, bukan pergeseran aliansi geopolitik, guna menghindari salah persepsi dan dampak negatif pada hubungan dengan negara-negara maju.

Keikutsertaan Indonesia dalam BRICS menawarkan peluang besar untuk memperkuat posisi ekonomi dan geopolitiknya di panggung global, dengan akses ke pasar yang lebih luas, pembiayaan alternatif melalui New Development Bank (NDB), dan peningkatan posisi tawar internasional sebagai beberapa manfaat utama. Namun, tantangan seperti risiko ketergantungan pada China, potensi ketegangan dengan negara-negara Barat, serta perbedaan internal antaranggota BRICS memerlukan pendekatan yang hati-hati. Kunci kesuksesan Indonesia dalam BRICS terletak pada kemampuannya untuk mempertahankan prinsip bebas aktif, menjaga keseimbangan diplomatik, dan secara proaktif memperjuangkan kepentingan nasional dalam kerangka kelompok ini. Dengan strategi yang tepat, BRICS dapat menjadi platform penting bagi Indonesia untuk mencapai visinya sebagai poros maritim dunia dan kekuatan ekonomi terkemuka di Asia Tenggara, sekaligus berkontribusi pada terciptanya tatanan global yang lebih inklusif dan adil. Seperti yang dikemukakan oleh pengamat ekonomi Muhammad Faisal, BRICS memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk "mewujudkan satu tatanan ekonomi global yang lebih adil." Namun, untuk mewujudkan potensi ini, Indonesia harus mampu mengelola kompleksitas keanggotaan BRICS dengan bijaksana, selalu menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas utama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun