Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Diskusi, Tradisi Intelektual yang Terabaikan

14 September 2019   15:07 Diperbarui: 15 September 2019   15:04 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam situasi terburuk, seseorang bahkan bisa memperoleh gelar sarjana tanpa mengikuti proses akademik sebagaimana mestinya. Hal-hal semacam inilah yang melatarbelakangi munculnya narasi bahwa sekolah dan kampus tak lagi mampu bertahan sebagai tempat yang melahirkan insan-insan intelektual.

Sebaliknya, sekolah dan kampus malah melahirkan monster-monster yang melakukan penghancuran dengan ilmu pengetahuan.

Sebagaimana seorang penyair kawakan tanah air, W.S. Rendra pernah mengatakan bahwa pada akhirnya, manusialah yang menentukan, untuk apa ia akan menggunakan ilmu pengetahuan. Apakah sebagai alat pembebasan, ataukah sebagai alat untuk melakukan penindasan.

Budaya pragmatisme dan oportunisme, apabila dimaknai secara sempit, memang memiliki kekuatan destruktif yang luar biasa. Sampai-sampai bisa memisahkan komunitas intelektual dari tradisinya sendiri. Tradisi intelektual.

Di antara tradisi-tradisi intelektual yang makin hari makin pudar tersebut, salah satunya yang dapat kita lihat dengan kasat mata adalah diskusi. Sebagaimana telah diantarkan di awal, kampus tak lagi menjadi tempat yang ramah bagi kegiatan-kegiatan diskusi.

Diskusi dianggap tidak lebih dari sekadar ngebacot, dan pada gilirannya dianggap sebagai sesuatu yang nyeleneh di tengah kehidupan kampus yang pragmatis. Begitu hebatnya pragmatisme mencabut akar tradisi intelektual, sampai-sampai pihak yang menolak tradisi intelektual tersebut punya rasionalisasi untuk penolakannya.

Argumen paling klasik yang sering diutarakan adalah tidak adanya keselarasan antara kata-kata dengan perbuatan dari komunitas intelektual yang masih memelihara budaya diskusi.

Sederhananya, buat apa menghabiskan banyak waktu untuk berdiskusi, kalau toh tidak ada upaya untuk merealisasikan ide-ide yang lahir dari diskusi tersebut. Argumen semacam ini masih saja bertahan sampai sekarang dan dipelihara oleh orang-orang yang menolak budaya diskusi.

Padahal, sejatinya, komunitas intelektual tidak punya kewajiban untuk serta merta merealisasikan ide-ide yang lahir dari diskusi sebagai salah satu tradisi intelektual.

Tahap realisasi tentunya adalah ranah para eksekutif pengambil kebijakan. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan komunitas intelektual untuk merealisasikan ide-idenya sendiri.

Tidak pernah ada keharusan bagi komunitas intelektual untuk selalu merealisasikan ide-ide dalam diskusi ke dalam tindakan-tindakan konkret. Narasi semacam itu diciptakan untuk menghilangkan serta menabukan diskusi sebagai salah satu tradisi intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun