Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Periksa Kesehatan, Justru Disuruh Beli Obat Warungan

17 Mei 2020   08:49 Diperbarui: 17 Mei 2020   08:48 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi RS Jakarta. (dok. RS Jakarta)

Seorang ibu mengantarkan anaknya berobat ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Tidak seperti biasanya, pelayanan di puskesmas tersebut sangat lama. Di ruang tunggu, calon pasien pun diminta duduk berjauhan. Itu sebagi upaya dukungan terhadap kebijakan physical distancing.

Pulang dari puskesmas, si ibu tadi sedikit mengeluh dan agak kecewa. Bukan karena pelayanan di puskesmas itu agak lama. Bukan juga karena harus duduk berjauhan di ruang tunggu dan wajib mengenakan masker. Tapi keluhan itu terkait dengan ucapan dokter yang bertugas.

"Bu, kalau anaknya cuma sakit batuk atau pilek, nggak perlu datang ke puskesmas. Untuk saat ini sih, beli obat saja di toko obat. Atau beli obat yang dijual bebas di warungan," kata si ibu tadi menirukan saran dari dokter puskesmas.

Wajar jika si ibu mengeluh. Sebab dia sebenarnya sudah melakukan prosedur kesehatan. Tahapannya, jika sakit ringan, dia membawa anaknya ke puskesmas dulu, sebelum dirujuk ke rumah sakit. Dia berharap, anaknya bisa mendapat penanganan medis secara baik dan benar.

Lantas kalau kemudian ada saran membeli obat yang dijual bebas, apa artinya sosialisasi dan edukasi tentang kesehatan terhadap masyarakat. Selama ini masyarakat menerima penyuluhan, kalau ada yang sakit sesegera mungkin dibawa ke puskesmas.

Di sisi lain, saran dokter puskesmas sebenarnya tidak salah-salah amat. Menyikapi perkembangan virus corona yang belum mereda, mungkin menjadi alasan kuat dokter, agar pasien tidak terlalu sering mengumpul di puskesmas. Karena, terjadinya kerumunan massa di satu tempat, sangat rentan menjadi media penyebaran virus corona.

Saran dokter tersebut untuk mendukung kebijakan physical distancing, sebenarnya sangat sukses. Beberapa pasien yang diberi saran agar membeli obat yang dijual bebas, akhirnya mengeluh kesana kemari. Muncullah imej, puskesmas untuk sementara ini meminimalisasi kunjungan pasien. Masyarakat yang akan berkunjung ke sana pun jadi ragu, apakah akan mendapatkan pelayanan sebagaimana layaknya calon pasien.

Dari informasi yang berawal dari puskesmas, akhirnya merembet informasi pembatasan kunjungan itu berlaku juga di sejumlah rumah sakit. Ada istilah kalau tidak sakit parah sekali, tidak perlu ke rumah sakit. Karena bukannya sembuh, justru yang sehat pun terancam jadi sakit. Ditambah lagi dengan rasa cemas masyarakat, adanya pasien virus corona di rumah sakit bisa menularkan ke pengunjung yang sehat.

Konsekuensi yang terjadi atas pembatasan calon pasien, sejumlah rumah sakit mengalami penurunan jumlah kunjungan yang sangat tajam. Tentu saja hal itu sangat berbahaya, alih-alih mendukung kebijakan physical distancing, sejumlah rumah sakit justru kehilangan pendapatan. Rumor di masyarakat perlu diluruskan. Sebab, tidak ada masalah jika masyarakat tetap memeriksakan kesehatannya di rumah sakit.

Tidak perlu berlebihan

Seperti dituturkan Manager Marketing RS Jakarta, Kustrijanto Sp, masyarakat tidak perlu berlebihan menanggapi kebijakan physical distancing. Juga jangan terlalu waswas akan tertular penyakit jika berkunjung ke rumah sakit. Jika memang membutuhkan pelayanan kesehatan, rumah sakit memang tempat yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun