Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Percintaan dengan Tulisan dan Kesiapan Mental Penulis

16 September 2017   09:38 Diperbarui: 16 September 2017   21:58 2393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar ; https://wongwadon.com

Banyak motif melatarbelakangi seseorang menulis artikel khususnya di media online, mulai dari motif yang bersifat "eksternal" maupun "internal". Kedua motif tersebut yang tahu secara pasti hanya si Penulis itu sendiri. 

Motif bersifat eksternal berasal dari pihak luar yang mewajibkan si penulis untuk membuat tulisan dan diposting di media online. Antara si penulis dan si pihak luar terjalin simbiosisme dari tulisan yang dihasilkan. Motif eksternal misalnya si penulis (mahasiswa) ingin dapatkan nilai dari tugas kuliah yang diwajibkan dosennya. Mahasiswa dapat nilai sementara si dosen (sudah) menjalankan satu bagian program pengajaran. Ada juga motif menulis berdasarkan "pesan sponsor" tertentu pihak lain dengan imbalan tertentu kepada si penulis. Kalau di cari masih banyak lagi motif eksternal lainnya. 

Motif internal berasal dari kesadaran diri si penulis tanpa "kewajiban" dari pihak lain. Si penulis "hanya berurusan" dengan dirinya sendiri, misalnya sebagai penuangan "kegelisahan" atas realitas timpang yang dilihat-dibaca-didengar si penulis, keinginan berbagi pikiran/ide "demi kemaslahatan" orang banyak, keinginan mengaktualisasikan atau mengangkat eksistensi diri di ruang publik, dan ada juga kepentingan ekonomi--mendapatkan honor tulisan. 

sumber gambar ; https://cdn.tmpo.co
sumber gambar ; https://cdn.tmpo.co
Ikatan Emosional Penulis dengan Tulisan

Secara disadari atau tidak, antara si penulis dengan tulisannya terjalin ikatan emosional dalam tingkatan berbeda-beda tergantung motif si penulis. Ikatan tersebut "muncul" dari proses penciptaan tulisan saat si penulis mengerahkan pikiran dan perasaannya saat menulis. Proses itu "bolak-balik" antara penulis dan susunan kata dan kalimat (tulisannya) sampai tulisan tersebut dia nyatakan selesai. 

Ikatan emosional menjadi "ruang privat dan  kesan" tersendiri bagi si penulis usai menghasilkan karya tulisannya. Bukan hal aneh bila si Penulis "mencumbu" ulang tulisannya setelah selesai menulis. Tulisan itu dibacanya lagi--sambil tersenyum sendiri atau menggerutu. Susunan kalimat dan penggunaan kata dipermanis lagi (perbaiki) dan lain-lain,  demi kualitas yang dia inginkan. 

Tingkatan emosional tidak sama antar setiap penulis. Pembeda yang mencolok disebabkan oleh motif penulis. Pada motif yang bersifat eksternal, ikatan emosional tidak terlalu kuat. Setelah tulisan selesai, maka selesai juga "kewajiban"- nya atas tuntutan pihak luar, apalagi bila dia sudah mendapatkan hasilnya (nilai atau bayaran). Dia bisa tak lagi perduli tanggapan pembaca pada tulisannya. 

Motif penulis yang bersifat internal memiliki ikatan emosional yang kuat. Si penulis beranggapan tulisannya merupakan bagian dari dirinya. Dia "sulit" menjaga jarak dengan tulisannya. Si penulis juga punya tingkat rasa memiliki sangat besar terhadap tulisannya. Menulis baginya adalah bekerja dengan rasa cinta. Meminjam kutipan syair Kahlil Gibran, si penulis telah "Bekerja dengan cinta bagaikan menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantung, seolah-olah kekasihmu  yang akan memakainya kelak. (dari puisi "Bekerja"). Heu heu heu! Jadi, adanya ikatan emosional itu seolah si penulis bercinta dengan tulisannya, 

Bagi si penulis seperti itu selesai menulis bukan berarti selesainya sebuah kewajiban karena dia merasa berkewajiban menjaga "kekasihnya"...#eeh tulisannya itu. Admin media online jangan coba-coba menggubah atau menghilangkan karya tulisan tersebut, karena bakal kena "semprot" si penulis. Kalau tidak percaya tanya saja admin Kompasiana yang "sering dan sudah kebal" kena semprot Kompasianer, heu heu heu! 

Tukang Pengganggu Tulisan

Tulisan yang sudah diposting di media online berpeluang dapat beragam tanggapan langsung para pembaca di kolom komentar. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis, apalagi bila tema tulisan sangat menarik, aktual, memuat isu sensitif, mengandung keberpihakan pada pihak tertentu, atau dianggap provokatif dan lain sebagainya.

Tanggapan pembaca tidak semua "menyenangkan hati" si penulis. Sebaik apapun tulisan, bisa saja ditanggapi negatif dari sejumlah pembaca dalam bentuk komen nyinyir, celaan, hujatan, makian lain-lain. Hal tersebut merupakan tantangan tersendiri sekaligus titik kritis bagi si penulis dalam menjaga "kekasih hatinya' itu dan "citra dirinya sendiri". 

Karena kecintaan yang besar pada tulisannya bisa membuat si penulis "panas hati" dan kemudian membalas dengan cara negatif pula. Jadilah kolom tangapan ajang saling hujat. Sebenarnya kondisi tersebut bisa merugikan si penulis sendiri. Artikel/tulisan yang susah payah "ditenun dengan benang kata yang ditarik dari jantung" tadi jadi rusak, tak enak dirasa dan tak elok dipandang mata pembaca lainnya yang "positif thinking" pada tulisannya.    

Menghadapi situasi "kekasih diganggu orang" memang tidak mudah. Apalagi bila urat emosi si penulis sangat kuat--cenderung mudah terpancing membalas secara emosional. Hal yang sering dilupakan si penulis bahwa Tulisan adalah tetap tulisan--sebuah benda setelah diposting bukan lagi sepenuhnya milik si penulis. Pembaca pun "punya hak" memilikinya, mencumbu dengan caranya dan menjadikannya kekasihnya atau selingkuhan... eeh musuh, atau apapun sesuai motif si pembaca. Hahahaha! 

Ketika tulisan dibaca orang lain, si penulis perlahan-lahan sudah harus mampu menjaga jarak dengan tulisannya. Tak lagi "bagai kekasih manja bergelayut dipelukan". Urusan perasaan sudah harus ditata karena dia dan tulisannya berada di ruang publik. Jadilah kekasih yang "jaim" dikit, tak apalah. Hahaha!

Kalau saya sih, nyinyir pembaca tersebut akan saya biarkan berpesta di kolom komentar sampai dia capek dan puas sembari saya nganu dengan tulisan saya yang lain. Atau, kadang direspon dengan guyonan bin humor. Bisanya cuma begitu karena saya kan penulis pemalu, iiiihh jijay deh...heu heu heu...

Hepi wik en..

------

Peb16/9/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun