Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indahnya Saling Memaafkan, tapi Lebih Indah Lagi Saling Mengampuni

13 Mei 2021   21:55 Diperbarui: 13 Mei 2021   22:31 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maaf, boleh saya duduk di sini? (Menyatakan permohonan)

  • Maaf, pendapatmu belum bisa saya terima. (menyatakan penolakan)

  • Apakah seseorang telah melakukan kesalahan sehingga mengucapkan kata maaf dalam keempat kalimat di atas? Tidak! Itu merupakan penanda-penanda sopan santun berbahasa. 

    Mengampuni Itu Lebih Indah

    Berbeda dengan maaf dan memaafkan,  kata ampun, mengampuni, termasuk juga pengampunan bukan karena spontanitas. Kita bisa lihat dalam kutipan berikut:

    1. Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu" (Matius 6: 14-15).

    Kata mengampuni, lebih terarah pada proses introspeksi diri bahwa kita ini manusia lemah. Karena kelemahan itulah kita seringkali terperosok di jalan yang salah, bahkan pada jalan-jalan yang sama. Kita tidak mampu menguasai diri. Kita tidak mampu mengendalikan pikiran dan emosi sehingga menimbulkan perselisihan dalam keluarga, di tempat kerja atau di lingkungan sekitar. 

    Kita termakan dengan omongan tetangga yang tidak benar. Atau sebaliknya, menutup kesalahan dengan mendamprat tetangga. 

    Demi mencari popularitas diri, kita menyebarkan berita bohong di media sosial. Kita saling mendendam dan saling iri ketika melihat teman mendapat posisi yang lebih tinggi di tempat kerja. 

    Kita tidak bersikap realistis sehingga nekad bertindak melawan hukum, seperti mencuri, menjambret dan korupsi. 

    Semuanya itu mengakibatkan hidup kita tidak tenang. Kita selalu diselimuti rasa takut. Kita lalu menjauhkan diri dari Tuhan, sumber hidup kita. Maka, kembali dan mendekatkan diri di hadapan Tuhan adalah jalan menuju kebahagiaan.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun