“Mundur! Mundur saudara-saudara!” Teriak Ruben sambil memukulkan tongkat ke atas permukaan air. Segenap ikan kaget dan mundur seketika.
“Dengar saudara-saudaraku. Oscar memang petarung ulung. Predator yang ditakuti. Tapi, itu dulu. Sekarang, lihatlah! Ia tidak berdaya.”
“Tapi, kedua mataku ini pecah ketika bertarung dengan bangsanya.”
“Gigi-gigiku juga rontok ketika bertarung dengan saudaranya.”
“Saya memahami itu Pak Rendy dan Pak Belida Senior. Apakah bapak-bapak lupa bahwa bapak-bapak dilahirkan sebagai petarung? Coba bapak-bapak mengingat-ingat kembali! Berapa banyak lawan Anda yang menderita akibat pertarungan-pertarungan itu?”
Keheningan menyelimuti seisi kolam.
“Bapak-bapak, termasuk juga Oscar ini berjuang demi hidup. Bertarung dalam setiap kejuaraan sebagai suatu profesi.”
Mendengar pernyataan itu, Pak Rendy dan Pak Belida Senior mundur dan bersembunyi di balik batu.
“Dan satu lagi saudara-saudaraku. Apakah kita pantas meluapkan emosi kepada sesama yang sudah tidak berdaya?”
Seperti tersiram air es, ikan-ikan itu meninggalkan pusat kolam. Kini tinggal Pak Ruben dan Oscar yang tengah merintih kesakitan.
“Maafkan saudara-saudara saya!
Oscar mengangguk sambil memeluk Ruben.