Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi, Hentikan Memanjakan Anak-Anak!

1 Desember 2015   21:55 Diperbarui: 1 Desember 2015   21:55 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Terinspirasi tulisan Bapak Bain mengenai anak susah makan, kali ini hendak melihat bagaimana eksekutif selalu menjawab rengekan anak legeslatif, yang akan ngambeg dan tidak mau makan kalau belum dibelikan jajan atau mainan. Model yang sama dalam dunia anak-anak yang selalu dimanjakan oleh lingkungan frelatif sulit diatur. Merengek, ngambeg, dan mau menang sendiri. Sekian lama didiamkan berbuat sekehendak hati, mau jungkir balik di mana-mana bebas, mau makan di tempat tidur sambil telanjang boleh, kasur dijungkirbalikkan, tidak ditegur dengan prinsip yang penting diam. Pola orang tua yang pokoke anake meneng,  yang penting anaknya diam dan orang tua bisa main gadget dengan leluasa.

Model pendekatan yang penting anak diam dan tidak betingkah, sehingga orang tua bisa berbuat yang lain, sering menjadi pola bagi kedua pihak sama-sama enak, namun justru menjerumuskan anak dan menjadikannya pribadi yang arogan, menang sendiri, tidak toleran, dan tidak bertanggung jawab tentunya. Tidak heran Indonesia menjadi negara yang tidak cukup toleran di dunia, hanya menengah, berarti masih jauh dari negara toleran, namun bisa juga menjadi negara yang sama sekali tidak toleran. Ironis kan, negara yang Bhineka Tunggal Ika malah dikenal sebagai tidak toleran.

Pemerintahan kali ini pun memilih cara bertindak demikian. Berulang kali dewan “ngambeg” dan akhirnya eksekutif mengalah. Pertama soal RAPBN, mereka ngambeg dengan mengulur-ulur dengan berbagai-bagai dalih, akhirnya diberi kue untuk membuat rumah mereka bisa leluasa bermain dan semua tiba-tiba sepakat tidak menunggu lama. Menangis meraung-raung itu langsung saja berhenti jadi gelak tawa. Jelas model anak-anak kan kinerjanya? Kedua, calon pimpinan KPK yang telah diuji sekian lama itu, oleh anak-anak itu dibuang dan tidak mau disentuh, karena mereka inginnya bukan yang merah mau yang hijau. Sama sekali tidak mau menyentuh, eh begitu diberi permen yang manis mereka bersegera terbahak-bahak begitu tawaran revisi mainan yang mereka benci akan dilakukan, mainan merah mereka akan diberi warna sesuai dengan apa yang mereka sukai.

Posisi presiden yang tidak didukung parlemen secara mutlak memang menyusahkan, belum lagi dewan yang benar kata almarhum Gus Dur taman kanak-kanak, kalau sekarang malah lebih rendah lagi. Anak TK masih bisa bertanggung jawab meski terbatas. Lha mereka blas tidak ada tanggung jawabnya sama sekali selain merengek dan ngambeg. Belum lagi diperparah oleh parpol yang setali tiga uang kekanak-kanakannya. Iri, dengki, dan tidak mau tahu kesusahan orang tua.

Sikap tegas seperti Pak Ahok waktu dewan ngambeg patut dicontoh. Apapun yang dilakukan Pak Jokowi akan dinilai salah oleh dewan dan sebagian rakyat, sepanjang untuk bangsa dan negara Pak Jokowi maju terus, seperti waktu menolak menandatangani prasasti itu lho Pak. Pak Jokowi anak nangis itu nanti akan capek sendiri tidak mungkin akan nagis terus. Mereka selama ini memang tidak teratur, kadang tangan besi diperlukan untuk mengatur mereka ini yang sudah kekanak-kanakan meras pinter lagi. Prestasi nol tapi minta hadiah terus.

Cukup memberi hati bagi anak-anak bandel dan bodoh ini, dan saatnya tegas untuk mendidik mereka bertanggung jawab. Minta mainan dan janjinya mau buat PR juga sama sekali tidak dilakukan. (Janji 37 Cuma dibuat 3, dan itupun tidak ada manfaat secara langsung bagi masyarakat). Pak Presiden paksa mereka masuk kamar mandi kalau tidak mau membuat PR pembuktian terbalik, pemiskinan koruptor, dan masih terus-terusan bolos dengan dalih belajar di rumah. Mereka kalau mainan minta yang dewasa dan mewah, namun tanggung jawab masih yang kecil dan remeh temeh.

Bedakan etis dan hukum saja tidak bisa. Apa beda dapat dan tidak boleh saja belum mampu, tapi minta rumah baru. Atau memang mendesak memberikan mereka klinik agar mereka bisa memeriksa kejiawaan mereka yang tidak berkembang itu. Pola tanggung jawab anak-anak selera soal materi dan gaji dewasa. Pak Presiden sudah saatnya tidak memanjakan mereka dengan memberikan apapun yang diminta. Ngambeg biarkan saja, nanti kan capek dan takut sendiri.

 

Salam Damai

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun