Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dendamnya Menteri Jonan dan Menteri Susy

9 Januari 2015   14:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:29 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari, saat berbincang dengan seseorang, ada celetukkan bahwa kinerja keras, tegas, dan lugasnya menteri Susy selaku mengteri kelautan, bisa saja karena dendam. Dendam yang terpendam selama menggeluti dunia usaha perikanan.  Tentu beliau tahu dengan persis apa yang terjadi dengan nelayan-nelayan di Indonesia, penghasilan yang pas-pasan sedangkan para pencuri ikan dari luar negeri leluasa mengambil dan memperoleh keuntungan berlipat-lipat. Seorang tukang kayu di Kalimantan pernah menyatakan kapok menjadi nelayan karena perahunya bisa dihisap kapal dari Malaysia dan Thailand layaknya ikan-ikan di laut. Cerita itu menggambarkan betapa jauhnya perbedaan perangkat yang nelayan tradisional miliki dengan peralatan para pencuri itu.

Aneh sungguh aneh lagi adalah mengapa nelayan tradisional bisa beradu dengan nelayan asing. Banyak hal yang tidak perlu diutarakan lagi, berlimpah masalah dan persoalan yang bisa diketemukan, didiskusikan, dan pasti akan banyak pula yang pro dan kontra.

Menteri Jonan hari-hari ini menjadi buah bibir yang tidak ada henti-hentinya. Mulai dari hilang kontaknya Air Asia, hinggaberbuntut panjang soal penerbangan ilegal, dan masih berbuntut ke penerbangan murah. Penerbangan murah dan selamat yang menjadi pro dan kontra baik oleh para ahli dan pengamat ataupun amatiran yang karena akan kehabisan kesempatan naik pesawat yang terjangkau.

Siapa yang paling terpukul dengan maraknya penerbangan murah? Tentu kereta api. Bus atau angkutan darat lain tidak setelak kereta api kehilangan kesempatannya. Apalagi kapal laut yang memang angkutan kelas yang berbeda. Perjalanan singkat hingga menengah paling tidak sepanjang pulau Jawa, banyak penumpang beralih ke udara dari pada roda besi beberapa tahun ini, karena perhitungan beaya dan waktu yang jauh lebih menjanjikan. Menteri Jonan yang menggeluti dunia perkeretaapian sekian lama tentu tahu dengan persis daya saingnya dengan burung besi itu akan sulit berimbang.

Apa yang sudah dilakukan dalam dunia perkeretaapian sungguh banyak perubahan. Salah seorang anggota DPR secara tidak langsung mengapresiasi itu walaupun pada akhirnya adalah mempertanyakan kompetensinya menjadi menteri perhubungan. Kereta api makin manusiawi. Sekarang musim lebaran yang bertahun-tahun selalu mengandalkan sapu jagad, semua bisa duduk tenang dan gerbongnya ber-AC. Stasiun-stasiun tertata dengan baik, bersih, dan teratur. Pengasong, pedagang, dan pihak-pihak yang tidak berkepentingan sudah tidak lagi ada di stasiun. Calo terpangkas dengan drastis dengan sistem penjualan yang lebih teratur. Penjualan tiket yang baik membuat copet juga berkurang.

Saatnya sekarang menteri Jonan mengurus yang lain lagi yaitu udara. Kereta api sudah jauh lebih baik, tangan dinginnya dibutuhkan untuk pertama udara karena ada momentum yang sangat tepat adanya peristiwa hilang kontaknya AirAsia. Berkat terselubung yang membuka berbagai masalah di dunia penerbangan Indonesia.

Perlu waktu dan menunggu kapal laut. Jangan sampai harus ada peritiwa dulu baru ada perhatian dan penemuan-penemuan selanjutnya, dan penemuan kesalahan dan kelalaian yang berujung fatal. Beberapa tahun lalu saya pertama kali naik kapal. Dalam perjalanan bersama teman yang sudah berkali-kali naik kapal dia bertanya apa yang akan terjadi kalau kapal kecelakaan, saya jawab pasti mati, karena saya tidak bisa berenang. Dia tertawa dan menjawab, masih ada pelampung. Pembicaraan selanjutnya baru menjadi kesadaran dia, pertama sama sekali tidak ada pelampung yang cukup itupun kalau ada, karena kapal sangat penuh bahkan kafetaria saja mejanya ditumpuk untuk duduk-duduk dan berbaring penumpang yang berjubel. Kedua, kalaupun ada tempatnya di mana tidak jelas. Ketiga, keadaan kapal itu sangat jauh dari keadaan yang ideal, bagaimana keropos di mana-mana, ada seorang penumpang yang mengatakan inilah angkutan nomor tiga di negara kita.

Jumlah penumpang sangat jauh dari kapasitas kapal itu, mungkin sekarang sudah jauh berubah, atau makin parah juga kurang tahu dengan pasti. Bahwa kondisinya perlu penanganan sebagaimana kereta api, iya.

Misalpun dendam sebagaimana lontaran komentar seseorang tersebut ada kebenarannya, bolehlah demi perbaikan yang menyeluruh baik di kementrian kelautan dan perhubungan. Namun menurut hemat saya itu bukan dendam, namun kegemasan melihat persoalan yang di depan mata tidak bisa menangani karena birokrasi yang menghadang. Saat mendapatkan kesempatan yang besar dan luas untuk berbuat menggunakannya dengan sebaik mungkin.

Salam Damai....

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun