Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

5 Alasan Sepinya Demo BEM-SI yang Mau Melumpuhkan Jakarta

27 September 2021   19:20 Diperbarui: 27 September 2021   19:33 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana mereka menyatakan, lebih baik menghormati hukum. Semua upaya hukum sudah dilakukan kog. BEM Senusantara selain menghormati hukum juga mengatakan BEM-SI pahlawan kesiangan. Ini sangat keras. Mereka juga mengatakan KPK tanpa pegawai yang tidak lolos masih juga kuat.

UKM lain, yang diwakili HMI malah mempertanyakan jangan-jangan ada aktor intelektual di balik itu semua. Pertanyaan yang sangat lumrah di tengah keadaan demikian. Narasi  TWK dan tidak lolos itu umum tetapi menjadi luar biasa, hanya karena Novel yang tidak lulus.

Keempat, sepi karena jagoan demonstrasi sudah ada di bui. Suka atau tidak, duo Munarman dan Rizieq Shihab adalah ahlinya ahli soal parlemen jalanan. Terciduknya mereka berdua, sangat berdampak dalam aksi jalanan yang biasa berkaitan dengan mereka.

Usai mereka masuk bui jadi cukup senyap, demo yang digembar-gemborkan orang yang itu-itu saja gagal total.  Sangat berbeda ketika mereka berdua masih aktif dalam kegiatan massal. Munarman memegang kunci cukup krusial.

Sedikit banyak desas-desus demo bayaran dan pekerja musiman demo benar ada. Toh banyak berseliweran ada orang membagi uang, juga ada banyak pengakuan pelaku demo tidak tahu isinya apa, dan mengaku menerima uang makan.

Kelima, ini pandemi. Identik dengan poin di atas, namun kini berbeda sudaut pandang. Mahasiswa yang ada di kampus dan mahasiswa yang bisa dimobilisasi cukup sedikit. Berbeda ketika keadaan normal, sehingga pengerahan massa itu sederhana dan mudah. Asal jam kuliah, ada proposal masuk dan pihak kampus senada, jadi.

Benar adanya media percakapan untuk menggerakkan aksi, jauh lebih cepat dan real time. Tetapi tidak seefektif ketika muka dengan muka dalam satu kawasan, kampus misalnya. Efisien namun tidak efektif.

Usai sudah rencana aksi itu menjadi aksi. Kini bagaimana tindak lanjut dari aksi itu. Jangan merasa bahwa menyuarakan pendapat itu bebas dan dijamin konstitusi dan itu sah, tidak bisa dipidana. Berbeda. Ini kondisi pandemi, spesial, jangan merasa kemudian bebas dan merasa sudah selesai.

Harus diusut tuntas, apalagi jika sampai menjadi kluster baru, lebih lagi jika menjadi gelombang ketiga yang mengganas lagi. Bersuara memang hak dan itu dilindungi UU, sah, namun bertanggung jawab itu juga kewajiban dan itu bukan lagi Undang-undang dasarnya, namun kepribadian.

Sayang, selama ini kita selalu saja mendengungkan hak, namun soal kewajiban lemah. hampir dalam semua kondisi, keadaan, dan pelakunya.  

Padahal sebagai orang beragama, Pancasilais, dan juga berpendidikan, tidak boleh abai yang namanya kewajiban. Jauh lebih tinggi keharusnya dalam bertanggung jawab dan menjalankan kewajiban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun