Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

5 Alasan Sepinya Demo BEM-SI yang Mau Melumpuhkan Jakarta

27 September 2021   19:20 Diperbarui: 27 September 2021   19:33 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: kompas. com

5 Alasan Sepinya Demo BEM SI yang Mau Melumpuhkan Jakarta

Demo yang mengultimatum Presiden Jokowi agar mengangkat kembali Novel Baswedan berlangsung tidak cukup signifikan. Taglinenya mau melumpuhkan Jakarta, jika tidak menjadikan Novel sebagai pegawai KPK. Mengapa tidak berjalan sebagaimana mestinya?

Ada beberapa alasan yang cukup mendasar untuk dikupas lebih lanjut,

Pertama, ini masa pandemi. Artinya apa? Orang tetap  enggan untuk berkumpul, berkerumun, dan mengadakan aksi yang melibatkan banyak orang. 

Hal yang sangat wajar. Apalagi pernah menyaksikan pandemi gelombang dua yang demikian dasyat. Bagi pihak-pihak yang masih berpikir lurus, enggan lah mengikuti aksi yang seperti itu.

Sangat berbeda, jika belum ada gelombang covid kedua yang demikian mencekam keadaannya. Rumah sakit susah diakses, oksigen yang sangat dibutuhkan menjadi langka. Itu ada di depan mata. Tentu enggan terjadi lagi, dan itu menjadi pertimbangan banyak pihak yang diajak tentu saja.

Kedua. Alasan yang digunakan untuk demo tidak cukup mendasar. Pro dan kontra banyak terjadi secara tidak seimbang. Narasi yang berkembang sepi dari pihak yang kontra. 

Soal TWK banyak yang setuju Novel dan kawan-kawan tidak lolos ya sudah. Hanya pihak-pihak tertentu dan itu tidak cukup kuat untuk membuat aksi seperti demo.

Pembelaan-pembelaan selama ini juga cenderung semu, tidak banyak berdampak, dan hanya begitu saja. Tiba-tiba malah alasannya sudah berubah lagi. Mau yang mana yang dibela, wong nyatanya mereka sendiri tidak konsisten.

Ketiga, BEM SI sudah biasa mengadakan aksi dan tidak cukup memberikan dampak. Wajar, ketika aliansi BEM lain  malah mempertanyakan. 

Bagaimana mereka menyatakan, lebih baik menghormati hukum. Semua upaya hukum sudah dilakukan kog. BEM Senusantara selain menghormati hukum juga mengatakan BEM-SI pahlawan kesiangan. Ini sangat keras. Mereka juga mengatakan KPK tanpa pegawai yang tidak lolos masih juga kuat.

UKM lain, yang diwakili HMI malah mempertanyakan jangan-jangan ada aktor intelektual di balik itu semua. Pertanyaan yang sangat lumrah di tengah keadaan demikian. Narasi  TWK dan tidak lolos itu umum tetapi menjadi luar biasa, hanya karena Novel yang tidak lulus.

Keempat, sepi karena jagoan demonstrasi sudah ada di bui. Suka atau tidak, duo Munarman dan Rizieq Shihab adalah ahlinya ahli soal parlemen jalanan. Terciduknya mereka berdua, sangat berdampak dalam aksi jalanan yang biasa berkaitan dengan mereka.

Usai mereka masuk bui jadi cukup senyap, demo yang digembar-gemborkan orang yang itu-itu saja gagal total.  Sangat berbeda ketika mereka berdua masih aktif dalam kegiatan massal. Munarman memegang kunci cukup krusial.

Sedikit banyak desas-desus demo bayaran dan pekerja musiman demo benar ada. Toh banyak berseliweran ada orang membagi uang, juga ada banyak pengakuan pelaku demo tidak tahu isinya apa, dan mengaku menerima uang makan.

Kelima, ini pandemi. Identik dengan poin di atas, namun kini berbeda sudaut pandang. Mahasiswa yang ada di kampus dan mahasiswa yang bisa dimobilisasi cukup sedikit. Berbeda ketika keadaan normal, sehingga pengerahan massa itu sederhana dan mudah. Asal jam kuliah, ada proposal masuk dan pihak kampus senada, jadi.

Benar adanya media percakapan untuk menggerakkan aksi, jauh lebih cepat dan real time. Tetapi tidak seefektif ketika muka dengan muka dalam satu kawasan, kampus misalnya. Efisien namun tidak efektif.

Usai sudah rencana aksi itu menjadi aksi. Kini bagaimana tindak lanjut dari aksi itu. Jangan merasa bahwa menyuarakan pendapat itu bebas dan dijamin konstitusi dan itu sah, tidak bisa dipidana. Berbeda. Ini kondisi pandemi, spesial, jangan merasa kemudian bebas dan merasa sudah selesai.

Harus diusut tuntas, apalagi jika sampai menjadi kluster baru, lebih lagi jika menjadi gelombang ketiga yang mengganas lagi. Bersuara memang hak dan itu dilindungi UU, sah, namun bertanggung jawab itu juga kewajiban dan itu bukan lagi Undang-undang dasarnya, namun kepribadian.

Sayang, selama ini kita selalu saja mendengungkan hak, namun soal kewajiban lemah. hampir dalam semua kondisi, keadaan, dan pelakunya.  

Padahal sebagai orang beragama, Pancasilais, dan juga berpendidikan, tidak boleh abai yang namanya kewajiban. Jauh lebih tinggi keharusnya dalam bertanggung jawab dan menjalankan kewajiban.

Mahasiswa itu bersikap kritis harus. Namun bagaimana sikap itu juga dibarengi dengan tanggung jawab. Jangan malah menjadi agen waton sulaya, asal berbeda dan keren. 

Padahal belum tentu yang berbeda itu mesti bagus. Berbeda, berani, dan bertanggung jawab itu baru keren. Berbeda ketika menemui kendala dan harus bersikap, itu adalah konsekuensi.

Sama juga mahasiswa yang tidak belajar dan kemudian tidak lulus ujian. Konsekuensinya adalah mengulang atau remidi. Tidak kemudian merengek pada dosen dan bersumpah akan berubah asal lulus, atau malah demo dan mengatakan dosennya sentimen. Kan kanak-kanak yang ada.

Semua tindakan itu ada konsekuensinya, hasil tidak akan menghianati proses. Sikap ini yang harus dipahami dengan baik oleh mahasiswa. Jika tidak, jangan kaget mereka malah menjadi alat kepentingan pihak-pihak yang memang bermaksud rusuh.

Masa depan kalian panjang. Padahal sudah banyak perusahaan dan lembaga yang enggan menerima mahasiswa tukang demo. Ini era berbeda, jangan hanya berkaca pada 66, 98, dan itu jauh berbeda konteksnya. Jangan nanti menangis dan menyesal ketika tiba waktunya masuk dunia kerja.

Demonstrasi itu tidak salah, namun bagaimana dasar yang mau diperjuangkan itu menjadi sebuah hal yang jauh lebih penting dan mendasar.  Lepas kepentingan sesaat dan sektarian karena hanya demi sekelompok kecil, dan itu bukan korban dari negara atau pihak lain.

Ke mana mereka mengenai isu Papua, Poso, atau perilaku menyimpang lainnya. Kog diam saja, ada apa?

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun