Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KitaBersamaJokowi Versus JanganTunggu24, Berisiknya Politisasi Pandemi

22 Juli 2021   21:37 Diperbarui: 22 Juli 2021   21:47 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kemenparekraf.go.id

 

KitaBersamaJokowi versus JanganTunggu24, Brisiknya Politisasi Pandemi

Pandemi covid19 sudah mereda dan cukup menjanjikan. Tiba-tiba, rencana pemerintah berantakan, karena adanya provokasi larangan mudik. Berseliweran, kapan lagi ketemu orang tua, mudik sekali saja dilarang, dan seterusnya membuat keadaan tidak terkendali.

Eh kini, usai pilpres, dan bergabungnya Prabowo sebagai simbol rivalitas mutlak pemilu diharapkan selesai, tidak menjadi kenyataan. Dua litas lagi lahir, hari-hari ini riuh rendah #JanganTunggu24 dari satu kubu, dan sebaliknya merespons dengan #KitaBersamaJokowi.

Jokwi jelas bukan malaikat, sangat mungkin terbuka salah dan keliru dalam mengambil keputusan mengenai apapun itu. Apalagi pandemi  ini, mana ada yang sudah bisa mengaku sukses dan aman. China sekalipun belum bisa mengaku selesai. Lihat Singapura yang ketaatan warganya bagus saja kembali terhempas.

Amerika lagi, yang memang mengagungkan kebebasan, wajar kalau jatuh kembali. Mereka  mendewakan kebebasan pribadi, maka masker dan vaksin juga susah digalakkan. Ini mirip-mirip di sini.

Eropa, Italia, Inggris, Spanyol, kembali seperti awal pandemi. Kurangnya apa mereka, kemampuan, pengetahuan, kesehatan, jelas jempolan. Toh masih juga jatuh bangun. Apalagi jika bicara India yang 11 12 dengan kemampuan, perilaku, dan tabiat di sini.

Artinya, tidak ada satupun pemimpin di dunia ini yang bisa mengaku sudah berhasil, sukses, dan perlu menjadi rujukan satu-satunya penanganan covid 19. Ketika pemerintah memutuskan, dan kemudian lahir kontra, asal berlawanan tanpa melihat realitas yang ada.

Gagasan lock down, sejak awal saya tidak percaya hal ini bisa dilakukan. Begitu banyak dalih yang disampaikan. Lihat saja hanya pembatasan saja ributnya minta ampun. Ini soal ketaatan dan kehendak untuk mendengarkan.

Masalahnya adalah kepentingan.

Politik oposan babi susah untuk bisa setia, wong narasinya asal pemerintah gagal. Babi di sini bukan umpatan lho ya, namun menggunakan babi sebagai bahan untuk menggempur presiden. Hanya karena pidato dan dianggap promosi babi. Lha salahnya di mana promosi babi?  Ini soal kemampuan oposan yang tidak mau kerja keras, mauanya menang.

PPKM kog ada yang demo. Isinya demo itu yang jauh lebih penting. Apalagi kemudian datang pernyataan melalui #jangantunggu24. Siapa yang mengembuskan dan mendengungkan, ya itu-itu lagi.

Menarik adalah, mereka-mereka ini  pas pemilu tidak dapat berbuat banyak. Entah suaranya kecil, atau tidak punya daya jual pada rekan koalisi mereka. Nah, menjadi lucu, atau naif, ketika tengah-tengah periode minta ganti pemimpin.

Pandemi ini bukan salah atau prestasi Jokowi semata. Ini perlu tanggung jawab seluruh anak bangsa ini, dari presiden sampai rakyat jelata di gunung atau di laut. Tidak ada kecuali, harus taat pada ketetapan yang sudah diputuskan. Ini bukan soal Jokowi, namun soal kesehatan dan ujungnya adalah mengenai keselamatan. Jangan egois dan berpikir demi diri sendiri. Namun lebih jauh ini adalah demi hidup bersama, bukan semata negara, ini global.

Kolaborasi, bersama-sama saling membantu dan meringankan. Rakyat sangat mungkin sudah bisa berbuat demikian. Namun,  elit sama sekali belum terengar. Padahal ketika ada bencana alam atau apapun itu dengan sigap turun ke jalan, perempatan jalan-jalan, bahkan untuk Palestina yang jauh di sana.

Pandemi ini banyak membuat orang sangat terpuruk. Mau fisik, ataupun psikis. Toh tidak pernah terdengar, mereka-mereka ini membuka layanan untuk membantu meringankan beban. Mereka malah asyik bagaimana bisa mendapatkan kursi empuk dengan mudah.

Oposan dengan menyasar terus menerus orang kuat, ala main media sosial, dan artis setingan, pura-pura bertikai, ini sebenarnya kontraproduktif. Fokusnya hanya pada pihak yang dinilai rival. Padahal dengan brbuat baik, sangat mungkin publik itu menjadi terkesan.

Politik merusak rumah tetangga agar gedungnya terlihat paling baik ternyata masih saja menjadi andalan bagi banyak pihak. Padahal hal yang sudah saatnya ditinggalkan. Benar dan setuju Menko Luhut yang mengatakan, mbok kompak demi menghadapi pandemi, setelah itu silakan mau anu lagi.

Bagaimana mau selesai, ketika segala daya upaya selalu dijegal dengan sangat sepele. Membalik saja apa yang diprogramkan pemerintah. Bubarlah, karena warga juga suka bebas, nah, ada yang ngompor-ngomporin pula.

Masih yakin bersama Jokowi, karena rekam jejaknya selama satu periode lebih sudah terlihat manfaatnya. Pun hampir menghadapi dua tahun pandemi dengan sangat tenang. Ini hal yang tidak mudah.

Mau mengganti saat ini sangat riskan. Ini jangan menjadi pembenar dan kebiasaan untuk gonta-ganti presiden di tengah jalan. Nanti menjadi kebiasaan. Apalagi di tengah krisis seperti ini. Siapa sih yang sudah pengalaman? Sama sekali tidak ada.

Kebersamaan, mengesampingkan ego sejenak. 24 tak kan ke mana, katanya beriman, religius, kog perilakunya kek itu. Jika memang sudah menjadi kehendak Semesta, presiden itu akan datang dengan sendirinya. Mengapa harus mengorbankan sesama anak negeri, dan juga bangsa dan negara, demi hasrat dan kepentingan sendiri.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun