Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY sedang "Ambyar"

9 Maret 2021   14:42 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:15 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tribunnews.com

Maunya pakai kata ghosting, tapi kata Pak Jokowi, antiasing bae. Nah ada kata yang lebih pas ala Om Joko JP dengan meminjam istilah almarhum Pak Dhe Didi Kempot. AHY ini benar-benar lagi ambyar, patah hati, dan gundah gulana tingkat dewa.

Bagaimana tidak, lagi moncer-moncernya di TNI eh diminta keluar. Masih semangat pasti tahun-tahun orang lagi seneng-senengnya menggeluti profesinya apapun itu. Eh dirennggut untuk  jadi cagub dan kalah.

Bertubi-tubi. Ibunda tidak lama kemudian sakit parah, kanker, dan meninggal.Wajar anak laik-laki hancur ditinggal ibu.  Belum usai berduka, lumayan ada obat dijadikan ketua umum Demokrat dengan aklamasi. Tetapi sepi tidak ada hal yang heboh. Menulis di K saja sepi, seolah tidak ada apa-apa.

Setahun menjelang, badai itu kembali hadir. Semua hancur berantakan, ambyar, dan hilang pas sayang-sayange. Ini sedikit berbeda dengan ghosting sih, karena terenggut begitu saja. Masa bulan madu, eh pasangannya diambil orang. Ingat ini ilustrasi, jangan malah nanti dikira menghina, atau mendoakan keluarga keadaan buruk. Beda.

Bisa dipahami, orang yang lagi ambyar, orang yang sedang galau, gundah, itu aksi dan reaksinya kadang tidak normal pula. Sama juga orang  lagi bangun tidur, belum sepenuhnya terjaga, eh diminta tanda tangan. Bisa kacau.

Beberapa sikap yang maaf naif adalah,

Mencari atau mendapat dukungan, atau entah apa namanya, pokoknya bertemu dengan mantan petinggi GAM. Ini soal yang sensitif, bukan menuding eksGAM tidak baik atau sejenisnya. Aneh saja, mengapa bertemu dengan pihak yang ada catatan khusus. Mengapa tidak bertemu dengan jajaran DPD-DPC seluruh Aceh misalnya. Mengapa ekspetinggi GAM.

Membuat Andi Malarengeng menjadi bulan-bulanan Max Sopacua di media elektronik. Ini soal pilihan. Bagaimana memilih mantan nara pidana korupsi menjadi jubir. Benar tidak boleh menghukum orang yang selesai menjalani pidana kurungan. Masalahnya adalah ini publik, dan korupsi pidananya.

Belum  berkurang orang maling uang negara, bagaimana mendapat efk jera jika masih sama saja dengan kejahatan bias. Eh iya, pernahkah Pak SBY mohon ampun atau malu ketika kader dan menterinya ketangkep KPK? Keknya belum ya?

Safari politik ke KemenkumHAM, ke Kemenkopolhukam, KPU, untuk menyerahkan berkas. Lha berkas apa lagi? Jika kubu AHY yakin ilegal apa yang dilakukan Marzuki Ali dan kawan-kawan ya sudah, tidak perlu repot membawa berkas pembelaan diri. Aneh dan lucu, kala pihak KLB belum berbuat apa-apa.

Apakah ini pertahanan terbaik adalah menyerang? Ingat isu kudeta itu jadi liar justru dari pihak AHY malahan. Reaksi yang berlebihan yang membuat resisten dan kemudian muncul dengan sangat cepat KLB.

Lagi seneng menjadi pusat perhatian, konon survey menyebut mereka sedang mulai menanjak, eh malah kalah dengan gosip percintaan ala sinetron. Pelakunya kog ya dilalah Kaesang. Anak Jokowi. Kan makin pedih tuh. Benar-benar sempat senyap tenggelam oleh kisahnya Kaesang.

Pun pada sisi lain, media sosial malah dibanjiri dengan gambar, berita, dan pembicaraan Gibran, anak Jokowi lagi yang sedang mencoba menjadi pemimpin  kelas kota. Dua hal yang ditaampilkan dengan cukup gencar oleh netizen. perhatian Gibran langsung pada lapangan. Banjir yang terjadi, ia datangi. Nah berpayungnya ini menjadi fokus, bagaimana ia memegang payungnya sendiri. Disamakan dengan bapaknya.

Kebiasaan Gibran yang ternyata sama dengan Jokowi, membungkuk kepada orang yang lebih tua dan atasan. Hal yang lagi-lagi menyita perhatian publik dari sekadar pembicaraan AHY dan KLB.

Peletakan batu pertama masjid bantuan UEA, pasti terdengar dan terbaca oleh SBY dan AHY. Kog yo ndilalah, kersaning Gusti Allah, momennya pas banget. Tentu dua hal ini bukan kog serta merta seperti anak kecil yang meri dan kemudian tantrum, tidak demikian.  tentunya membuat masgul, merasa sedih, dan tidak nyaman.

Pembicaraan yang sangat kontras. Padahal  mereka fokus pada "kesalahan" Jokowi. Pada faktualnya peembicaraan Jokowi dan anaknya jauh lebih positif. Kondisi yang menyakitkan tentu saja. Apa yang dimaui tidak kesampaian.

Mainan AHY, yati menjadi ketua umum partai politik itu masih sangat baru. Setahun belum ada. Kesalahan itu tidak pada AHY, tetapi SBY. Penurunan suara belum bisa disematkan pada AHY. Pilkada langsung itu tidak bisa menjadi tolok ukur. Wong isinya bisa ke mana-mana. Koalisi juga menentukan. Sama sekali bukan ukuran yang bisa dijadikan patokan.

Kegagalan suara turun terus ada di tangan SBY. AHY baru menjabat. Benar bahwa ada yang kecewa, dan itu sebenarnya juga normal kog. Ini soal penyelesaian. Karena cenderung dipolitisasi, jadinya luar biasa. Padahal tidak diperlakukan demikian bisa juga.

Ambyarnya AHY itu karena SBY.  Hal yang wajar dibesar-besarkan. Apalagi jika melihat Gibran dengan kinerjanya. Gamblang terlihat mana yang pekerja dan mana yang perlu pembuktian lagi. 24 masih jauh kog, masih ada waktu untuk perbaikan diri.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun