Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Klaim Demokrat Sesat?

9 Februari 2021   08:04 Diperbarui: 9 Februari 2021   08:13 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Klaim Demokrat Sesat?

Masih akan panjang kelihatannya persoalan surat AHY kepada Presiden Jokowi soal kudeta. Intrik dan  trik yang makin melebar, tidak bisa disangkal. Saling tuding dan saling tolak dan ujungnya merendahkan  Demokrat sendiri. Loyalis Anas Urbaningrum menyatakan itu dengan lugas, mengapa kami mengurusi Demokrat, terlalu kecil itu.

tempo.co

Hal yang wajar, susah melihat orang yang sudah "terbuang" akan kembali kepada asalnya. Berbeda jika tersingkir dengan cara yang lebih baik. Lha terdepak karena kasus korupsi yang masih cukup bisa diperdebatkan sebenarnya. Toh semua masih diam, entah satu atau dua dekade lagi. Marzuki Ali sudah mengatakan dengan keras kog, berarti ada sesuatu.

Tidak akan ada asap tanpa api. Sekelas Marzuki Ali tidak akan  memberikan pernyataan dan tantangan yang tidak memiliki dasar. Sudah sepuh dan juga tidak lagi memiliki kepentingan lebih jauh. Mau jadi apa lagi?

Patut dicurigai itu yang paling ngotot membela bak babi buta, dan malah cenderung lebay. Contohnya Syarief Hasan yang mempermalukan AHY dan sangat mungkin membuat keadaan makin runyam. Penyebutan nama-nama yang kemudian dibantah dan ada yang melapor kepada SBY, juga AHY meminta maaf khususnya kepada Max Sopacua.

Lancang, atau melebihi kapasitas. Konpres AHY sudah pada koridor yang semestinya, tanpa penyebutan nama, hanya indikasi mengarah kepada pihak-pihak tertentu.  Karena ada yang offside akhirnya bola salju meliar dan malah bisa menjerumuskan AHY dan juga SBY.

Pengungkapan kisah kelam 1996 itu juga sejatinya, pada hakikatnya malah mempermalukan SBY dengan amat sangat. Usia pensiun, selesai menjabat presiden dua periode. Jabatan tertinggi pada sebuah negara lho, bukan main-main, eh malah dirusak oleh kadernya sendiri. Ini persoalan serius.

Memaksa Presiden Jokowi membalas pula. itu sebuah kengacoan berkelanjutan yang tidak patut. Jika iu dilakukan politikus hijau, kemarin sore masihlah bisa diterima akal sehat. Lha ini, sudah manula, mantan menteri pula.

Kliam Moeldoko sudah ditegur Jokowi ala Andi Arief mengingatkan publik akan pernyataan jenderal kardus masa pencalonan pilihan presiden 2019. Hal yang patut dipertanyakan kebenarannya. Dasar yang biasanya tidak ada, ketika Andi Arief menyatakan sesuatu jadi rujukan kali ini.

Membual. Ala anak kecil yang tidak cukup paham dengan keadaan. Nuansa jahat itu selanjutnya, pada bualannya sendiri masih relatif ringan kadar salahnya. Nah ketika mendapatkan gaungan itu berarti menjadi masalah lebih besar.

Penggiringan opini yang diarahkan sesuai dengan keinginan mereka. Merugikan pihak lain sangat mungkin. Di sinilah menjadi persoalan yang perlu disikapi dengan lebih baik.

Pihak pemerintah, melalui Pratigno menyatakan tidak perlu membalas persoalan internal partai itu. benar bahwa  pihaknya sudah menerima surat kepada Presiden Jokowi tersebut. Pertimbangan bahwa itu adalah persoalan internal, tidak patut ikut menanggapi.

Jangan salah, begitu merespons, akan dikatakan Jokowi intervensi partai. Malah jauh lebih ngaco lagi yang terjadi. Jokowi bisa dikendalikan AHY, presiden kalah sama ketua partai dan sejenisnya.

Jokowi tidak senaif itu juga. Hal yang kadang dilupakan pihak-pihak yang mau melemahkan pemerintahan. Berkali ulang sudah dicoba dan tetap  bisa berjalan kog, artinya ada tim yang baik dan juga Semesta menyertai.

Mengapa Andi Arief bersikap demikian?

Jelas ia sebagai ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai harus membuat keadaan Demokrat tetap di atas angin. Pembicaraan terus menerus, meskipun kadang buruk yang lebih kuat. Kadung basah, sudah tidak bisa ditarik lagi. Melaju ke depan dengan bukaan kudeta yang sudah dinyatakan.

Ia paham, Jokowi tidak akan mempersoalkan apa yang orang katakan. Tidak akan ada konferensi pers dan baper menghadapi hanya sebuah klaim ngaco. Apa yang mungkin tidak demikian adanya itu adalah,

Moeldoko sudah mengatakan itu persoalan pribadinya, tidak usah  dikit-dikit Jokowi dan istana. Respon cepat yang tidak biasanya demikian. Jokowi mendapatkan serangan lebih gede saja diam, apalagi hanya demikian.

Pernyataan Pratigno menguatkan itu. Sudah semakin jelas. Presiden juga tidak cukup memiliki kepentingan dengan mendongkel AHY. Mosok mau memasukan Gibran, kan tidak lucu.

Persoalan intern partai semakin jelas terbuka lebar. AHY membuka kedok sendiri dengan narasi kudeta. Lihat saja bagaimana reaksi dari para pendiri, para kader, dan mantan kader yang cenderung membenarkan bahwa ini soal kepemimpinan.

Yang terlibat, sudah mengaku, yang dituding, dan yang menuding sama-sama Demokrat. Moeldoko sangat mungkin mendapatkan durian runtuh jika demikian.  Membawa persoalan sendiri ke luar  itu, sama halnya cek-cok di dalam keluarga dan curhat pada pihak lain. Awalnya nyaman dan kemudian cerai.

Moeldoko lebih mendapatkan angin segar, sedang AHY malah angin buruk. Jika masih tetap seperti ini jalan yang mereka tempuh, ya salam, selesai. Pembelaan yang makin menjerumuskan, bukan membantu. Sama juga dengan membuatkan PR bagi anak, itu tidak membantu, namun mengarahkan anak pada kesesatan yang hakiki.

Mau sekarat atau selamat, itu ada pada Demokrat sendiri. Pilihan harus diambil dengan segala risikonya.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun